Tahun 2022 saya pernah menulis artikel berjudul Doxing, Salah Satu Toxic Media Baru. Menukil dari Kapersky, doxing (doxxing) adalah tindakan mengungkapkan informasi identitas tentang seseorang secara online, seperti nama asli, alamat rumah, tempat kerja, telepon, keuangan, dan informasi pribadi lainnya. Informasi itu kemudian diedarkan ke publik — tanpa seizin korban. Istilah ini muncul di dunia peretas online pada 1990-an. Perselisihan antara hacker saingan kadang-kadang akan menyebabkan seseorang memutuskan untuk "menjatuhkan dokumen" pada orang lain, yang sebelumnya hanya dikenal sebagai nama pengguna atau alias. "Docs" menjadi "dox" dan akhirnya menjadi kata kerja dengan sendirinya (yaitu, tanpa awalan "drop").
Baru-baru ini, berawal dari food vlogger dan food critic atas warung Bang Madun (Nyak Kopsah), berbuntut seorang food vlogger dilaporkan ke pihak berwajib oleh food vlogger lainnya yang lebih tepat disebut food critic. Alkisah food vlogger Farida Nurhan alias Omay melakukan doxing terhadap William Anderson dan Rosa (sang isteri) yang punya nama alias: Codeblu. Semua bermula dari kritikan pedas Codeblu atas menu makanan dan harga di warung Bang Madun. Alih-alih membela Bang Madun, Omay malah men-doxing Codeblu. Padahal kita tahu, perbuatan itu tidak baik karena tidak semua orang bersedia profil pribadinya dibeber di media sosial. Omay membocorkan percakapan antara ibu dari Rosa dengan Bang Madun, bahkan, dengan wajah agak menghina dikomentari pula fisik Codeblu.
Codeblu murka. Jelas. Saya juga bakal murka jika diperlakukan demikian oleh orang yang sama sekali saya tidak kenal. Anyhoo, siapa kita mengomentari fisik seorang manusia? Itu karunia dari Allah SWT!
Lantas, apa hukumnya melakukan doxing? Nah, ini yang asyik. Mari kita bahas.
Doxing termasuk dalam perbuatan tidak menyenangkan karena melanggar batas-batas privacy seseorang. Artinya hak asasi manusia pun telah dilanggar karena setiap manusia berhak untuk melakukan apa pun yang disukainya asalkan tidak melanggar hukum dan norma masyarakat. Oleh karena itu, jika dilihat dari sisi hukum, doxing termasuk dalam (1) perbuatan tidak menyenangkan (2) melanggar hak asasi manusia, dan (3) melanggar etika berinternet.
Perbuatan tidak menyenangkan telah dihapus dala KUHP sebagaimana menukil Hukum Online: Mahkamah Konstitusi (“MK”) melalui Putusan MK No. 1/PUU-XI/2013 menyatakan bahwa frasa, “sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan” dalam pasal tersebut bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat (hal. 40-41) atau dengan kata lain frasa pada pasal perbuatan tidak menyenangkan dihapus.
Sehingga, yang paling tepat dipakai di sini atas tindakan doxing apa lagi yang dilakukan melalui media sosial/internet adalah pencemaran nama baik dan penghinaan yang termuat dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ini adalah perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik). Selanjutnya undang-undang ini saya tulis UU ITE. Pasal berapakah yang dapat menjerat para doxer? Pasal 27 ayat (3). Inilah pasal yang saya pakai saat melakukan penelitian/skripsi dulu.
Pasal 27 ayat (3) UU ITE berbunyi: "Setiap orang dengan sengaja, dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik".
Beserta Pasal 36 UU ITE yaitu: "Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 sampai dengan pasal 34 yang mengakibatkan kerugian bagi orang lain".
Pelanggaran atas Pasal 27 ayat (3) UU ITE dipidana sebagaimana termuat dalam Pasal 45 ayat (3) UU ITE yaitu: "Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta Rupiah)."
Perilaku dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik (berhenti sampai di sini dulu), telah terlihat dari video yang diunggah Omay. Di situ terlihat dia membocorkan obrolan antara Bang Madun dengan ibunda Rosa (isteri Codeblu) yang memuat informasi pribadi. Benar Bang Madun mengirimkan rekaman percakapan itu pada Omay, tapi itu bukan berarti Omay boleh membocorkannya pada publik.
Perilaku menghina dan/atau pencemaran nama baik, seperti yang terlihat pada video menghina fisik Codeblu, sampai perkara kecerdasan, bisa terseret atau terjerat Pasal 27 ayat (3) UU ITE. Dalam permasalahan yang viral ini, jika Omay meminta maaf, maka Codeblu akan menerimanya, selama akunnya ditutup (Instagram dan Tiktok). Atau, ada pilihan lain, boleh minta maaf secara tertulis bahwa Omay akan stop bullying. Artinya yang bukan urusan Omay, Omay tidak boleh ikut campur. Kata Codeblu, "Kalau kamu ikut campur, saya penjarakan."
Ngeri-ngeri sedap.
Harus kalian baca: Yuk Pahami WhistleBlower dan Justice Collaborator.
Lantas, apa pelajarannya untuk kita?
Bersenang-senanglah saat menggunakan media sosial. Jika bisa mengedukasi, Alhamdulillah. Itu poin lebihnya. Jangan pernah membocorkan data-data pribadi orang lain. Jangan pernah menghina dan mencemarkan nama baik orang lain. Jangan pernah menganggap remeh orang lain. Siapa tahu, orang yang kita anggap 'tidak ada apa-apanya' itu, justru sangat ada apa-apanya. Saya pikir, telah banyak kasus UU ITE terjadi di Indonesia, dan itu dapat menjadi pelajaran berharga untuk kita.
Semoga bermanfaat!
Cheers.