Gerakan Cerdas Memilih - Menuju Pemilih Cerdas oleh Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia (LPP RRI) telah bergaung sejak Mei 2023 (correct me if I'm wrong). Demikian pula dengan RRI Ende. Dari laman RRI, Kepala LPP RRI Ende Burhanudin Ramadlan mengaku, Gerakan Cerdas Memilih yang dilaksanakan ini diharapkan mampu memberikan edukasi dan informasi terkait dengan pemahaman soal pemilu, politik yang sehat, jujur, dan seimbang kepada pemilih pemula. RRI sebagai lembaga penyiaran publik bertanggung jawab untuk mengejawantahkan etika politik melalui berbagai materi termasuk melalui talkshow Gerakan Cerdas Memilih.
Asyik nih baca ini: Wah Indonesia Sedang Ramai Sekali.
Minggu, 3 September 2023, talkshow tentang pemilih pemula lagi-lagi digelar oleh RRI Ende. Kali ini tema yang diangkat adalah Pemilih Pemula Pemilu & Media Sosial. Narasumbernya Izmir Rizaldi dari KPU Ende, dan saya. Menariknya, kegiatan ini diisi dengan jalan sehat, dan berbagai hiburan oleh Yusta Yunita, Rapper Family, Diva, Sanggar Kunebara Syuradikara, dan Theo Silla dengan hits Laskar Ana Fua. Tentu saja, bertabur hadiah menarik.
Saat diminta menjadi narasumber kegiatan tersebut, saya langsung membikin slide (presentasi). Pasti kalian bergumam, "Wah, semangat sekali ya, Anda?" Haha. Pemilu 2024 yang dikaitkan dengan pemilih muda dan media sosial, bikin gemas-gemas bergembira begitu 😁 Karena saya paling senang berbicara tentang literasi digital.
Proses dan pesta demokrasi sudah di depan mata. Dalam hitungan bulan rakyat Indonesia akan bertemu tanggal 14 Februari 2024. Pada tanggal itu, Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia akan dipilih untuk masa jabatan 2024-2029. Berkaca dari pesta demokrasi sebelum-sebelumnya, belajar dari pengalaman, kita tahu bahwa masa kampanye hampir selalu diramaikan berita hoaks dan konten mengandung ujaran kebencian. Yess, hoax and hate speech. Pemilih pemula cerdas setidaknya harus kuasai literasi digital untuk bisa menangkal hoaks dan ujaran kebencian.
Literasi digital adalah kemampuan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk menemukan, mengevaluasi, memanfaatkan, membuat, dan mengkomunikasikan konten/informasi digital. Karena Pemilu 2024 didominasi oleh Gen Z dan Milenial yang rata-rata setiap hari menggunakan internet untuk bersosialisasi dan berkomunikasi, maka dua generasi ini harus diberikan pemahaman tentang penggunaan media sosial yang lebih bijaksana. Tapi sesungguhnya Gen Z dan Milenial (menurut saya) 80% paham tentang literasi digital karena dalam beberapa tahun terakhir kegiatan yang berkaitan dengan literasi digital dilakukan secara massive di Indonesia untuk kalangan pelajar dan mahasiswa.
Lantas, siapa yang harus diwaspadai?
Kaum ibu dan kaum bapack. Meskipun tidak semua. Catat, ya. Tidak semua.
Sorry to say. Faktanya demikian. Saya melihatnya sebagai gegar budaya atau keterkejutan budaya atau culture shock. Mereka-mereka yang disebut Gen X dan Baby Boomers, belum mengenal internet (apa lagi media sosial) saat mereka butuh media untuk menyampaikan pendapat (di masa remaja). Kebebasan berekspresi pun belum sebebas sekarang. Adanya media sosial bak angin segar bagi mereka untuk menunjukkan eksistensi diri, termasuk pendapat. Sayangnya, sering saya temui mereka tidak membaca keseluruhan suatu berita/postingan di media sosial, terjebak pada judul yang memancing, dan akhirnya berkomentar dengan kalimat-kalimat yang menurut saya agak di luar nurul.
Menyikapi hal ini, literasi digital selayaknya diperuntukkan untuk semua kalangan. Tujuannya, agar rakyat Indonesia mampu melakukan think before posting dan saring sebelum sharing. Kenapa demikian? Karena ada istilah digital safety. Semacam pakai helem agar jika terjadi sesuatu saat berkendara setidaknya kepala (salah satu bagian vital tubuh) terlindungi. Rakyat Indonesia perlu mawas diri agar tidak terprovokasi judul berita dan konten ujaran kebencian, mampu menahan diri untuk tidak instan membagikan berita hoaks dan konten mengandung ujaran kebencian. Terutama pada masa kampanye. Kata Bang Napi, waspadalah ... waspadalah!
Memangnya ada akibat hukumnya?
Ada dong.
Ketentuan tentang hoaks dimuat dalam Pasal 28 ayat (1) j.o. Pasal 45 A Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yaitu: "Setiap orang yang menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1Milyar."
Ketentuan ujaran kebencian dimuat dalam Pasal 28 ayat (2) j.o. Pasal 45A Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik: "Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1Milyar."
Mengingat dampaknya yang sangat besar bagi masyarakat, maka ujaran kebencian ditetapkan sebagai tindak pidana oleh kepolisian Indonesia melalui surat edaran tentang ujaran kebencian pada 8 Oktober 2015 bernomor SE/06/X/2015.
Sebelum menutup postingan ini, izinkan saya mengajak kita semua (mengajak diri saya sendiri juga haha) agar lebih cerdas memilih.
1. Pilihlah calon pemimpin dengan visi dan misi yang sejalan dengan keinginan kalian.
2. Memilih bukan karena paksaan apa lagi uang.
3. Jangan memilih calon pemimpin karena kekerabatan.
4. Pemilih pemula, ayo sukseskan Pemilu 2024.
5. Pemilih pemula cerdas, kuasai literasi digital.
Semua aman, semua senang. Iya kan? Iya dong! Dan saya berharap, talkshow bersama RRI Ende tadi dapat memberi manfaat bagi banyak orang, baik peserta yang mengikuti rangkaian kegiatan, maupun yang menontonnya di Youtube.
Cheers.