Desa Mbobhenga, Kecamatan Nangapanda, Kabupaten Ende. 1 Agustus 2023 saya dan Booya harus bertanya pada penduduk Nangapanda perihal lokasi desa ini. Sayangnya, beberapa penduduk tidak mengetahui lokasi desa, bahkan mengaku baru pertama kali mendengar nama Desa Mbobhenga. Ah, mungkin mereka ata mai alias pendatang yang menetap di pusat kecamatan Nangapanda. Pada akhirnya skill malu bertanya sesat di jalan tetap bisa diandalkan hingga kami tiba di Kantor Desa Mbobhenga.
Kali ke-2 ke Desa Mbobhenga (hari ini: Sabtu, 9 September 2023), kami tidak perlu kebingungan bertanya pada penduduk, tinggal tarik gas terus-menerus ke Kantor Desa Mbobhenga. Iya, jangan kendor tarikan gas karena kantor alias pusat pemerintahan desa ini terletak di lokasi paling puncak area tersebut. Desa Mbobhenga terletak di Jalan Jurusan Puukungu-Maukaro, Tendambepa. Jarak dari Kota Ende ke Desa Mbobhenga sekitar 46 kilometer dengan waktu tempuh sekitar 1 jam 10 menit. Tapi waktu tempuh ini bisa lebih cepat, bisa juga lebih lambat, tergantung kecepatan speedometer.
Hmmm wajib tahu, Pemilih Pemula Cerdas Kuasai Literasi Digital.
Urusan saya di Desa Mbobhenga adalah meliput kegiatan Uma Rema Class. Uma Rema Class merupakan tim kelas kreatif yang berbasis di Fakultas Pertanian (Faperta) Universitas Flores (Uniflor). Tim ini adalah salah satu tim penerima bantuan Program Penguatan Kapasitas Organisasi Kemahasiswaan (PPK ORMAWA) 2023 yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi pada Kementrian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia (Kemendikbudristek RI). Tim lainnya yang juga mendapat bantuan yang sama adalah Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Faperta Uniflor.
Kegiatan hari ini adalah evaluasi sekaligus penjemputan 10 anggota Uma Rema Class untuk kembali ke kampus. Tapi 2 bulan ke depan mereka akan tetap melanjutkan kegiatan, terutama menyelesaikan program-program desa dan UPT Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Wilayah Kabupaten Ende. Selain Dosen Pembimbing sekaligus Dekan Faperta Uniflor Dr. Sri Wahyuni, S.P., M.Si., hadir juga Kaprodi Agroteknologi Agustinus J. P. Anasaga, S.P., M.P., Dosen Pendamping Lapangan (DPL) Mardiah Sarah, S.P., M.P., Penjamin Mutu Internal Faperta Faperta Josina I. B. Hutubessy, S.P., M.Si., Kepala Desa Mbobhenga Bruno Goa beserta jajarannya, Kepala UPT Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Wilayah Kabupaten Ende Yoseph Th. Dasi Muda, S.Hut., M.Si. beserta jajarannya, mosalaki/tokoh adat setempat, Kelompok Jasa Keliling (Jasling), dan perwakilan masyarakat Desa Mbobhenga.
2 program utama URC yang telah terlaksana adalah penataan Camping Ground dan Jalur Trekking. 2 program utama tersebut dilaksanakan sebagai pengembangan dari hutan wisata berbasis pendidikan serta adanya rencana Mbobhenga Eco Green Park yang menyediakan Camping Ground, Wisata Herbarium, dan juga edukasi tentang hutan. Alhamdulillah, tadi setelah selesai kegiatan di kantor desa kami meluncur ke Camping Ground-nya.
Menarik. Sangat menarik. Bagaimana para pihak berkolaborasi (Uma Rema Class, Pemerintah Desa Mbobhenga, dan UPT KPH) menjadikan hutan sebagai lokasi wisata yang mengutamakan sisi edukasi. Jujur, saya suka Camping Ground-nya. Terbayang jika kamar mandi sudah selesai dibangun, ada titik api unggun dan tempat barbeku, mungkin bisa pula disiapkan dapur umum, serta lapak-lapak pedagang sebagaimana yang diungkapkan oleh Pak Yos dari UPT KPH tadi. Oh ya, tentu saja direncanakan akan disiapkan panggung bagi yang ingin berkegiatan, semacam malam hiburan bersama tamu, atau malam hiburan oleh murid sekolah yang melakukan kemping di situ.
Ini bermakna SDM harus digenjot. Eh, diasah. Agar masyarakat Desa Mbobhenga mampu berdikari dan memanfaatkan peluang yang ada untuk meningkatkan taraf ekonomi.
Kalau soal SDA, jangan ditanya lagi.
Sebenarnya di Kabupaten Ende sudah ada hutan wisata yaitu Kebesani. Tapi nampaknya kurang dikelola dengan baik sehingga gaungnya agak memudar saat ini. Sebagai masyarakat, saya berharap kawasan hutan produksi di Desa Mbobhenga kelak benar-benar 'menjadi' hutan produksi berbasis wisata pendidikan. Banyak hal yang harus dibenahi:
1. Peningkatan skill/SDM.
2. Pembangunan unsur pendukung wisata hutan.
3. Penambahan sarana wisata edukasi.
Sarana wisata edukasi ini selain Jalur Trekking dengan pohon-pohon yang diberi papan nama (Uma Rema Class sudah menyiapkan papan-papan nama, tapi masih belum dipasang) dan Wisata Herbarium, bisa juga ditambah dengan Rumah Sejarah dan Budaya. Bisa disiapkan satu bangunan kecil (semacam rumah panggung juga boleh) yang di dalamnya memuat barang-barang bersejarah, jika ada: foto-foto desa sejak awal sampai sekarang, struktur adat, dan alat tenun. Alat tenun ini bisa menggunakan lopo dengan atraksi menenun yang dipertontonkan kepada pengunjung.
Sudahkah kalian pahami WhistleBlower dan Justice Collaborator?
Itu sih yang terlintas di benak saya. 😌 Karena setiap wilayah di Indonesia pasti punya sejarah dan budayanya kan? Boleh juga ditambahkan dengan buku panduan bagaimana tempat wisata ini berdiri.
Yang jelas, saya salut pada Uma Rema Class dan kegigihan mereka membangun Negeri. Menjadikan Indonesia Gemah Ripah Loh Jinawi. Kelak nanti tempat ini sudah dibuka untuk umum, yuk, ramai-ramai kita nge-camp di sana! Kalau bukan kita yang meramaikan dan memperkenalkan tempat wisata di daerah sendiri ... siapa lagi?
Cheers.