Almarhum Bapa dan almarhumah Mamatua selalu bercerita tentang masa lalu, terutama masa-masa sulit, tentang bagaimana mereka berusaha bekerja ekstra untuk memperoleh lebih banyak uang. Bapa dan Mamatua harus bangun pukul 03.00 WITA, membikin aneka kudapan macam kue wajik dan kue lapis, untuk dijual. Pukul 06.00 WITA mulai menyiapkan kebutuhan anak-anak bersekolah, lantas menyiapkan diri untuk berangkat ke sekolah menjalankan tugas/pekerjaan sebagai guru. Bapa masih menerima arloji atau mesin yang rusak untuk diperbaiki.
Saya memang Kasihan, Tapi Saya Juga Sepakat Dengan Guru Gembul.
Bekerja ekstra tidak semerta-merta membikin Bapa dan Mamatua acuh pada hal lain. Bapa dan Mamatua masih aktif berkegiatan, menyalurkan kreatifitas, membangun masyarakat. Menulis ini, saya jadi ingat masa-masa dulu di mana rumah kami selalu ramai sama ibu-ibu yang belajar menjahit, anak Pramuka belajar membikin aneka barang, remaja kompleks berlatih band dan bermain pimpong juga bermain karambol, murid-murid mengetiknya Bapa, dan seterusnya, dan sebagainya, dan lain-lain.
Istilah suami sebagai tulang punggung keluarga telah tergerus. Zaman menuntut suami isteri untuk harus bekerja untuk memenuhi dan memperbaiki perekonomian keluarga. Bahkan, suami atau isteri dapat melakukan lebih dari satu pekerjaan sekaligus.
Teman laki-laki saya, bekerja kantoran pagi sampai siang, sore harinya dia ngojek. Atau teman-teman perempuan yang pekerja kantoran, nyambi jualan barang online. Zaman sudah canggih, mereka tidak perlu berlelah-lelah menjalankan bisnis door to door, cukup manfaatkan telepon genggam, koneksi, bisnis pun jalan. Kalau teman-teman saya nampaknya terlalu jauh, ambil contoh keponakan saya, Indri Pharmantara. Atau, kakak sepupu saya Yudith Bata yang membuka kios, menjalankan bisnis batako, menjalankan bisnis penyewaan tenda dan kuris, penyewaan peralatan pesta, sambil berbisnis MSI. Sumpah, saya salut sekali.
Tahun 2022, isu resesi 2023 bergaung. Dari berbagai sumber: resesi adalah penurunan signifikan dalam kegiatan ekonomi yang berlangsung selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun. Selama resesi ekonomi, orang kehilangan pekerjaan, perusahaan membuat lebih sedikit penjualan dan output ekonomi negara secara keseluruhan menurun.
Isu resesi 2023 mungkin terdengar asing dan masih jauh dari kuping masyarakat. Tapi yang paling nyata itu kemudian terpampang nyata di headline berita. 3.007 pegawai honorer Kabupaten Ende resmi diberhentikan Januari 2023.
Pukulan berat dan keras. Meskipun isunya, nasib 3.007 honorer tersebut masih akan diperjuangkan, atau setidaknya tenaga pendidik dan tenaga kesehatan masih dipertahankan, namun secara psikologis berita ini merupakan pukulan yang berat dan keras. Bagaimana jika salah satu dari mereka bukan orang beruntung (yang masih dipertahankan sebagai honorer)? Terutama jika dikaitkan dengan istilah tulang punggung keluarga?
Oleh karena itu saya menulis: satu pekerjaan saja memang tidak pernah cukup.
Pada beberapa kesempatan saya membaca dan menonton pendapat orang-orang tentang dan/atau bertanya kenapa bertahan menjadi honorer padahal begitu banyak kesempatan di luar sana yang bisa diambil? Zaman dulu, masih ada kesempatan honorer diangkat menjadi PNS atau ASN (mungkinkah sekarang masih bisa?). Sedangkan zaman sekarang, untuk menjadi PNS atau ASN harus melalui jalur ujian komputerisasi yang tidak dapat dengan mudah dimanipulasi. Nah, jika memang tidak ada kesempatan honorer menjadi PNS atau ASN, kembali lagi pada pertanyaan di atas: kenapa tidak berhenti jadi honorer dan mengambil kesempatan lain di luar kerja kantoran?
Menurut saya pribadi, ada dua alasan utama yaitu belum ada keinginan untuk berubah dan berani berubah. Sedangkan tiga alasan di bawah ini:
Yang pertama: tidak punya skill tertentu.
Yang kedua: tidak melihat kesempatan tertentu.
Yang ketiga: tidak punya modal.
... masih bisa diatasi. Sehingga, meskipun mereka sedang menjalani pekerjaan menjadi honorer, tapi mereka juga punya setidaknya satu usaha lain di luar pekerjaan kantoran tersebut. Kalau bisa, sebanyaknya pekerjaan yang bisa dilakukan.
Dalam sebuah video short di Youtube, saya pernah menonton orang bertanya pada orang lain tentang jumlah tabungan mereka. Dari tiga anak muda yang ditanya, yang pertama mengaku tidak tahu karena semua kebutuhan hidup ditanggung orang tua. Yang kedua menyebut sejumlah angka yang besar. Yang ketiga menyebut sejumlah angka yang kecil. Dari yang kedua, diketahui bahwa pada musim panas dia bekerja empat pekerjaan sekaligus untuk mengumpulkan uang. Itu anak muda. Bagaimana dengan orang tua dan/atau suami dan isteri yang jelas-jelas ada tanggungan keluarga (anak, misalnya). Artinya harus ada daya juang untuk mengembangkan kemampuan diri agar bisa bekerja lebih dari satu pekerjaan.
Insya Allah.
Cobain deh, Gunakan Banyak Kunci Untuk Membuka Sebuah Tulisan.
Tapi ya ... menulis begini memang jauh lebih mudah dari pada menjalaninya. Semoga siapa pun di luar sana, termasuk diri saya sendiri, bisa melakukan pekerjaan-pekerjaan ekstra karena bekerja ekstra seharusnya sama dengan uang ekstra. Dan semoga jika resesi 2023 betul-betul mengguncang, kita masih bisa bertahan.
Tapi jangan lupa, WORK HARD PLAY HARD! 😁
Cheers.