Nama Eko Kuntadhi mencuat lantaran cuitannya di Twitter tentang potongan video ceramah Ustadzah Imaz Fatimatuz Zahra (Ustadzah Ning Imaz) dari Pondok Pesantren Lirboyo. Video yang diproduksi oleh NU Online tersebut Ustadzah Ning Imaz sedang menyampaikan tafsir Surah Ali Imron ayat 14. Begini cuitan Eko Kuntadhi: T0l0l tingkat kadal. Hidup kok cuma mimpi selangkangan 😱 Jleb! Agak bagaimana begitu saya membacanya. Sepertinya kurang sopan menulis begitu. Pertama, ini tafsiran Surah Ali Imron ayat 14. Kedua, yang menyampaikan tafsiran tersebut adalah seorang perempuan.
Ayo kita Belajar Literasi Digital!
Sedih hati saya.
Dalam hidup, meskipun tidak selalu, kita pasti berbeda pendapat dengan orang lain. Perbedaan pendapat ini bisa menimbulkan gesekan jika disampaikan dengan kurang bijaksana. Karena kita diberi pilihan untuk menyampaikan pendapat yaitu dapat disimpan dalam hati saja, dapat disampaikan dengan baik dan bijaksana, dan dapat pula disampaikan seperti yang dilakukan oleh Eko Kuntadhi. Saya lebih memilih disampaikan dengan baik dan bijaksana karena perbedaan pendapat ibarat penggorengan dan spatula yang sudah pasti terus beradu tetapi demi menghasilkan masakan yang enak.
Zaman sekarang setiap orang bebas untuk menyampaikan pendapat mereka. Bebas itu harus dibarengi dengan nilai-nilai kesopanan dan dapat dipertanggungjawabkan. Apa lagi jika pendapat itu disampaikan melalui media sosial (Facebook, Twitter, IG, dan lain sebagainya) yang dapat diakses dengan mudah oleh netizen. Menyesal sedetik saja masih bisa berbuntut perkara karena kecepatan jari netizen untuk screen shoot jauh lebih cepat dari kecepatan pesawat antar galaksi 😂 Dalam konteks teknologi yang lebih tinggi, status media sosial yang dihapus pun masih dapat ditelusuri, digali, diubek-ubek sampai ketemu.
Media sosial yang telah menjadi teman akrab masyarakat Indonesia ini memang sudah seharusnya dimanfaatkan untuk kebaikan.
Bolehkah menyampaikan pendapat yang berbeda dengan orang lain? Boleh! Tapi cantumkan pula dasar hukumnya agar pendapat kalian lebih kredibel (semoga benar menggunakan kata kredibel ini, haha).
Bolehkah mengkritik pemerintah? Boleh! Selama kritikan itu disampaikan dengan baik, disertai data-data valid, dan membangun, tentu pemerintah juga bisa mempertimbangkannya. Tapi kalau kalimat pembuka sudah dimulai dengan kata atau kalimat hinaan apa lagi makian ... 😤
Bolehkah ...? Boleh! Boleh! Boleh!
Tapi alangkah baiknya disampaikan dengan tetap dibarengi dengan nilai-nilai kesopanan, lebih bijaksana, dan dapat dipertanggungjawabkan. Pendapat, juga kritik, toh masih dapat disampaikan melalui cara-cara lain yang juga asyik seperti bergaya humor 😁
Sudah banyak masyarakat Indonesia yang memanfaatkan sosial media untuk kebaikan. Di Kota Ende, misalnya, Facebook merupakan media berjualan yang asyik. Karena Ende adalah kota kecil, sistem pengantaran barang dagangan pun dapat dilakukan dengan mudah dan dalam tempo singkat. Sepuluh sampai lima belas menit itu tergolong singkat. Hal itu terjadi, karena netizen khususnya pengguna media sosial di Kota Ende mampu menggunakan media sosial untuk kebaikan. Ya iya dong, berjualan itu harus dengan bahasa yang santun dan memancing agar pembeli tertarik. Ditambah foto-foto pendukung. Kita lihat juga para aktivis literasi yang terus mengajak, terus berbagi, dan membawa perubahan baik bagi banyak orang.
Bagus nih 5 Workshop Blogging & Social Media.
Itulah sebabnya saya jarang mengunggah segala sesuatu yang bersifat menghina, memaki, apa lagi sampai mencari musuh. Dulu mungkin ada, satu dua status 😂 Ya namanya masa remaja 😄 Lebih suka berbagi konten bermanfaat, menghibur, foto jalan-jalan, atau apalah yang bikin happy. Karena bagi saya, hidup sudah berat, biarkan media sosial menjadi tempat kita bersosialisasi dan bersenang-senang. Jika ada yang memanfaatkan media sosial untuk sesuatu yang lebih positif (meningkatkan perekonomian) itu lebih oke lagi.
Cheers.