Sejak dulu, sampai sekarang, saya paling takut memasak menggunakan kompor gas. Bapa (alm.) pernah membeli kompor gas dua tungku merek Rinai. Mamatua melarang membeli (tabung) gas. Walhasil kompor itu tidak terpakai sejak dibeli sampai kemudian dijadikan tempat menaruh pot bunga di halaman belakang. Memasak menggunakan kompor gas hanya ketika saya berada di dapur orang lain yang menggunakan kompor gas. Kompor yang ada di dapur Pohon Tua hanyalah kompor minyak tanah merek Hock. Dulu hanya ada satu kompor. Saat menikah, dihadiahi kompor Hock sama ibu-ibu di UPT Publikasi dan Humas Uniflor, sekarang ada dua kompor minyak tanah di dapur.
Sudah pernah coba memasak pakai Tungku Kemping Mini yang Praktis dan Keren?
Selain kompor minyak tanah, di rumah juga ada kompor listrik super mini, lengkap dengan panci kecil yang tutupannya berbahan kaca. Kompor listik mini berbentuk lingkaran ini sebenarnya punya kantor 😂 tapi karena tidak pernah dipakai saya bawa pulang buat modal sahur. Lumayan, saat sahur bisa digunakan untuk menggoreng sosis, nugget, atau telur. Bisa juga dipakai memanaskan makanan. Ini kompor biasa saya pakai untuk memasak mie di kantor.
Sebelum menikah saya membeli kompor induksi merek Advance IDC-300. Belinya di mana? Di Shopee dong 😂 Harganya murah meriah, tidak sampai lima ratus ribu! Harga yang murah itu salah satu pendukung saya segera check out kompornya 😄 koplak. Untuk mendukung kompor induksi, saya juga membeli teflon (yang digunakan khusus untuk kompor induksi) dan spatula baru. Yihaaaaaaaa. Kalau ditotal tidak sampai sejuta.
Kompor induksi pertama kali dipakai saat Idul Adha kemarin. Sedang duduk-duduk santai, diajak barbeku sama Mbak In dan Thika. Datanglah Mbak In membawa daging, sosis, bawang bombay, perkecapan untuk marinasi daging, dan lain sebagainya. Jujur, pertama kali memakai kompor induksi, kita semua jadi macam orang dungu. Bagaimana memakainya ya? Oh ternyata kompor induksi baru berfungsi jika teflon (panci atau wajan berpantat rata) sudah diletakkan di atasnya.
Horeeee 😅
Ternyata membeli kompor induksi sangat bermanfaat.
Beberapa waktu lalu (sekitar awal September) minyak tanah kembali langka. Bahkan di tempat langganan, Oma Lin, pun tidak tersedia. Mencari minyak tanah seperti mencari berlian. Sampai-sampai Om Sius (suaminya Mama Len) mencari jauh ke Roworeke yang jaraknya delapan kilometer dari rumah. Dapat? Iya, dapat! Tapi hanya bisa satu jerigen saja. Pusinglah Mama Len (sebelum Om Sius membeli minyak tanah di Roworeke). Dua kompor di dapur sudah kering kerontang. Tidak mungkin dipaksa memasak.
Triiing! 💥
Kan ada kompor induksi!
Buya membantu menyiapkan kompor induksi, saya lantas menggoreng tempe, menggoreng tahu, dan menumis sayur kangkung. Jadi? Jadi doooong. Hari itu kami bisa makan dengan sentosa 😁 Dua hari kemudian kami masih memasak menggunakan kompor induksi. Kompor induksi baru disimpan setelah kondisi perminyaktanahan kembali normal, setidaknya sampai Om Sius membeli di Roworeke. Kompor induksi ini juga saya pakai pada akhir minggu, biasanya hari Sabtu, untuk membikin kue macam risol dan dadar. Hasilnya bagaimana? Sama saja dengan memakai kompor minyak tanah, hanya saja memang membutuhkan waktu 😋
Saya menulis artikel ini setelah menonton video di bawah:
Benar apa yang dikatakan oleh Ibu Mulan (atau Wulan?) Jameela. Masyarakat yang rumahnya berdaya listrik rendah mungkin sulit menggunakan kompor listrik yang digadang-gadang oleh pemerintah. Belum lagi kalau listrik padam. Gigit jari. Namun menurut Pak Erick Tohir sebagaimana yang dilansir oleh Kompas:
Menteri BUMN, Erick Thohir menyebut, Indonesia selama ini terbebani impor elpiji, Rp 70 triliun setiap tahun. Erick menyebut, konversi kompor gas ke listrik bisa mengurangi beban impor. Erick juga menegaskan, tidak ada kaitan konversi kompor gas ke kompor listrik, dengan isu penghapusan daya listrik 450 watt.
Juga yang dimuat AntaraNews:
Paket kompor induksi gratis yang diberikan terdiri dari tipe 2 tungku dengan daya 1.000 Watt dan daya 1.800 Watt, dengan sasaran penerima paket ini adalah rumah tangga kecil dengan daya 450 VA, 900 VA, dan usaha mikro. Selain itu penerima paket akan dibantu untuk mendapatkan penyesuaian daya listrik secara gratis tanpa menaikkan daya kontrak dengan tarif subsidi seperti semula.
Menurut saya pribadi, semua tergantung pada kebutuhan dan kenyamanan masyarakat itu sendiri. Banyak pilihan bahan bakar untuk memasak. Kayu, misalnya. Puan (mertua) saya di Aloripit-Mbay masih menggunakan tungku berbahan bakar bayu api untuk memasak air atau nasi. Empat kompor Hock dijejer rapi di meja dapur, menunggu saya datang untuk menggunakannya 😂 Selain kayu (di sini kayu untuk bahan bakar/memasak dijual per ikat), masih ada minyak tanah dan listrik. Jika masyarakat mau memakai ketiganya, boleh. Tinggal dilihat mana kebutuhannya saja.
Di Pohon Tua (yess, my home) jika ada acara besar dengan estimasi dihadiri oleh sekitar 150 orang, maka nasi akan dimasak menggunakan dua metode. Pertama, bisa dimasak menggunakan tungku kayu api. Kedua, bisa dimasak menggunakan magicjar/com beberapa kali (nasinya disimpan di termos nasi). Sedangkan lauk-pauknya masih dimasak menggunakan kompor minyak tanah (24 sumbu). Bisa? Lhaaa bisa.
Menarik: Dine Tools That Can Be Folded.
Yang jelas, berdasarkan pengalaman pribadi, kompor induksi masih jadi pilihan terakhir saat minyak tanah langka. Terus ... kalau pada saat itu listrik mendadak padam? Mudah. Masak pakai tungku kayu api atau membeli di warung 😂 cukup solutif meskipun pasti saya akan dijumroh masyarakat hahaha.
Cheers.