Sabtu, 23 Juli 2022. Hari yang ditunggu-tunggu itu pun tiba. Pagi sekali saya sudah bangun, di luar dari kebiasaan, karena semalam tidur cukup nyenyak. Biasanya orang-orang bakal sulit tidur, tapi saya justru nyenyak tidur karena janjian dirias pukul 11.00 Wita. Akan beda cerita jika dirias pagi buta. Secara psikologis saya bakal sulit tidur karena kuatir tidak bisa bangun pagi ha ha ha. Okay, jadi hari itu saya dirias oleh Kakak Yara Rasyid yang dibantu Kakak Ida Gomez. Kakak Ummu pun turut serta untuk menambah ornamen hiasan pacar di tangan.
Sebelumnya baca ini juga, gengs ... Keseruan Malam Deba dan Malam Pacar.
Kamar yang sempit itu pun harus diatur sedemikian rupa agar meja cermin rias, meja peralatan rias, dan lain sebagainya bisa muat.
Saya termasuk perempuan yang jarang dirias. Setiap hari pun saya tidak pernah memakai bedak apa lagi gincu. Alasannya hanya satu: rempong. Senjata harian saya hanyalah deodorant dan parfum. Tapi bukan berarti saya tidak punya peralatan rias wajah, hanya saja sudah banyak dilungsurkan ke Thika Pharmantara yang cantik itu 😁
Saat proses merias sudah setengah jalan, tetiba saya merasakan sesuatu. Ini bukan vertigo, ini gempa.
"Kakak Yara, gempa!"
Posisi kami terjepit antara ranjang dan dua meja. Dengan sangat hati-hati saya beranjak menuju kasur, merangkak naik, turun, lalu tiba di pintu. Dengan tenangnya Kakak Yara mempersilahkan saya keluar duluan. Waduw, luar biasa tenangnya hahaha.
Gempa pun usai. Tapi kami masih was-was. Baru hendak masuk kamar lagi, eh mendadak gempa lagi. Apakah lanjutan proses merias dilakukan di ruang tamu saja? Tapi Kakak Yara meyakinkan gempa sudah usai, mari lanjutkan!
Siang menjelang sore itu, Buya juga sedang dipakaina sarung dan selendang oleh Kakak Rikyn Radja. Sementara kemudian proses merias selesai. Saya dipakaikan sarung kembo dan mengenakan kelom. Sumpah ini kelom sudah saya siapkan sejak Januari hahaha. Cokelatnya cantik, cocok sama sarung kembo-nya.
Keluar dari kamar, bertemu Mamatua yang didorong dengan kursi roda dari kamar belakang. Terharu itu jelas, saudara-saudara. Usai mencium lutut dan lagi-lagi memohon restu, saya masih ditahan lagi sama Abang Nanu Pharmantara dan Ka'e Abdullah Akhmad untuk didoakan. Mereka terus meminta saya mendaraskan sholawat. Sungguh momen yang luar biasa bagi saya, apa lagi waktu keluar rumah, melihat semua tetangga menunggu di tenda.
Baca yang ini juga ya: Mendi Belanja Dalam Tradisi Suku Ende.
Saat sedang berada di mobil pengantin hendak menuju Auditorium H. J. Gadi Djou, gempa kembali terjadi. Was-was, tapi yang penting Bismillah saja. Jarang-jarang ada pengantin yang hendak menikah tapi dirayakan duluan sama alam melalui gempa. Ha ha ha.
Cerita lainnya akan menyusul ...
Cheers.