Desember dan Tahun Kedua Pandemi Covid-19. Sudah hampir separuh Desember dan saya baru menulis lagi. Manusia memang merencanakan, seperti saya berencana menulis setiap hari di blog ini dan menjadikannya majalah pribadi bekal anak dan cucu kelak, tapi ternyata situasi sering tidak memungkinkan. Banyak kepercayaan yang dilimpahkan, yang tidak bisa saya tolak, dan itu juga membutuhkan waktu yang tidak sedikit, dan harus fokus. Tapi setidaknya saya masih mengunjungi blog ini setiap hari, melihat-lihat, menulis draf, lalu menyimpannya. Kerinduan untuk menulis terus membara. Ah, demikianlah fitrahnya seorang blogger. Menulis, menulis, dan menulis. Apalah artinya seorang blogger tanpa tulisan?
Baca Juga: Di Desa Pemo, Hampir Tidak Ada Sekat Antara Budaya dan Agama
Sudah hampir separuh Desember dan banyak pula yang terjadi dalam hidup saya. Mulai dari diangkat menjadi Sekretaris Tim Penggerak PKK Kecamatan Ende Tengah, wisuda Thika Pharmantara menjadi Sarjana Hukum, ulang tahun Mamatua yang ke-80, rencana launching novel Tantrum, sampai kisah cuti di Aloripit, Mbay, Kabupaten Nagekeo.
80 Tahun
Mamatua, lahir pada tahun 1941. Praktis tahun ini, 8 Desember, Mamatua berusia 80 tahun. Klisenya, itu usia yang sudah tidak muda lagi. Benar. Tapi, betapa beruntungnya kami karena di usia itu Mamatua masih berjiwa muda. Iya, kalian tidak akan pernah membayangkan perempuan yang mengajak kalian mengobrol dengan lancar, suka menggoda, kadang dirty talk, dan gemar bernyanyi lagu Teluk Bayur itu, pernah mengalami stroke di tahun 2009, kehilangan penglihatan kiri lebih dulu, dan 100% kehilangan penglihatan pada 30 November 2019. Seorang (mantan) guru teladan bermental baja itu sungguh ceria menjalani hari-harinya. Cemilan favoritnya pun masih sama. Cokelat Silverqueen. Meskipun tidak bisa melihat bungkus cokelat favoritnya, Mamatua masih mengenali cokelat itu melalui rasanya. Rasa memang tak pernah bohong.
Kisah Cuti di Aloripit
Demikian pula dengan apa yang saya rasakan saat menghabiskan separuh masa cuti di Aloripit. Sebuah wilayah di Mbay, Kabupaten Nagekeo. Aloripit yang berada pada jalur menuju Marapokot itu memang tidak seramai Kota Ende. Karena itu, rasanya waktu berjalan sangat lambat saat berada di sana. Manapula karena cuti, kerjaan saya di Aloripit hanya makan, tidur, makan, tidur, hahaha. Tidak juga sih, kerjaan saya di sana ya memasak dan juga mencuci piring. Pekerjaan yang nyaris tidak pernah saya lakukan jika berada di Kota Ende. Belajar menjadi ibu rumah tangga memang tidak mudah. Baru memasak dan mencuci piring saja sudah bikin saya lelah, apa lagi jika saya mengerjakan semua pekerjaan rumah tangga. Untung ada Puan. Wahai kalian semua, jangan pernah menyepelekan ibu rumah tangga. Dari mereka kebutuhan hidup kita terlengkapi mulai dari perut, pakaian bersih, sampai tempat tidur nyaman.
TP PKK Kecamatan Ende Tengah
Menulis tentang perut (lambung), saya sangat senang ketika menjadi Sekretaris TP PKK Kecamatan Ende Tengah. Sebagai bungsu dan bujang dalam komunitas kaum ibu, rasanya senang sekali karena tinggal tadah perut (istilah Orang Ende). Setiap kegiatan sudah bisa dipastikan ada makanan yang bikin ngiler maksimal. Terima kasih kakak-kakak, ibu-ibu, yang luar biasa baik hati. Semoga melalui website kita, kakak-kakak dan ibu-ibu bisa lebih fasih belajar dunia digital selain Facebook. Tidak ada kata terlambat untuk hal-hal baik di dunia ini, termasuk belajar mengelola website dengan engine Blogger tersebut. Salut!
Sarjana Hukum
Pada akhirnya 3,5 tahun sudah dia jalani. Thika Pharmantara meraih gelar Sarjana Hukum. Sebelumnya, sambil kuliah dia membuka jasa titipan (jastip) Surabaya - Ende. Namanya Chillhouse. Usahanya itu berjalan lancar jaya. Saat sebelum yudisium dia ditawari bekerja di beberapa tempat, akhirnya dia memilih CV. Unit Print untuk memulai karir dan mengenal dunia luas. Alhamdulillah. Jika semua dijalani dengan baik, maka hasilnya pun Insha Allah baik.
Baca Juga: Para Pahlawan di Sekitar Kita
Pada akhirnya novel Tantrum akan saya launching. Tantrum, atau tantrum temper, secara harafiah bermakna ledakan emosi. Ledakan emosi ini biasanya dikaitkan dengan anak-anak atau orang-orang dalam kesulitan emosional, yang biasanya ditandai dengan sikap keras kepala, menangis, menjerit, berteriak, menjerit-jerit, pembangkangan, mengomel marah, dan lain-lain. Jadi Tantrum ini bukan hanya ledakan emosi anak-anak, tapi juga bisa terjadi pada orang-orang dewasa.
Secara garis besar Tantrum ini 80% bercerita tentang dunia wisata dan kelas kreatif. Makanya di dalam Tantrum ada tata cara membikin wa'ai ndota dan alu ndene, Puncak Wolobobo, Dusun Wisata Rada'ara, tata cara perkawinan Suku Ende, tanaman sorgum sebagai tanaman adat, sampai Mama Loreta si Mama Sorgum di Likotuden. 10% Tantrum adalah ledakan emosi atau pergolakan batin seorang perempuan menjalani hidupnya. Ya persahabatan, permusuhan, lingkup keluarga, dan lain sebagainya. 10% tersisa dari Tantrum adalah kisah cinta yang diawali dengan 10% sebelumnya yaitu ledakan-ledakan tadi.
Saya mulai menulis Tantrum di awal tahun 2021, tepatnya setelah Lebaran, terus mencari orang-orang baik yang mau membaca dan memberikan tanggapan. Lalu mengontak penerbit, editing, dan terbit. Dalam proses itu saya bertemu Buya, dan berpapasan dengan lebih banyak inspirasi dalam diskusi-diskusi kami, karena kami betah berdiskusi tentang banyak perkara. Mungkin karena terlalu lama tidak menulis novel, banyak energi yang terkumpul dan tertuang sekaligus di Tantrum sehingga banyak kepingan di dalamnya. Jadi, kalau ada yang berniat membaca bab 1 langsung bab 10, dia akan kehilangan banyak benang.
Baca Juga: Tidak Semua Yang Kalian Lihat Itu Betul
Wah, sudah menulis begini panjang. Semoga kalian betah membacanya. Hehe. Saya pribadi berharap semoga bisa lebih rajin menulis blog ini. Masih, rasanya rugi jika ada yang terlewatkan atau ada peristiwa baik yang tidak ditulis. Semoga semangat menulis tetap menyala. Doakan, ya. Meskipun saya tahu, di hari depan, kehidupan saya akan lebih disibukkan dengan urusan-urusan yang selama ini tidak pernah saya alami. Amin-kan.
Terima kasih sudah membaca,
Cheers!