Pesona Tebing Karst di Kota Jogo Ini Bikin Saya Terpukau

 


Pesona Tebing Karst di Kota Jogo Ini Bikin Saya Terpukau. Saya yakin, rata-rata Orang Pulau Flores pasti sudah menjelajahi setidaknya 60% dataran yang juga dikenal dengan nama Nusa Bunga, pun Nusa Nipa. Saya sendiri baru 80% menjelajahi keseluruhannya. Di peta, Pulau Flores memang nampak lebih kecil dari Pulau Kalimantan, tapi kenyataannya tidak sekecil itu. Mau Flores overland? Siapkan lebih banyak waktu! Dan kali ini saya mengajak kalian kembali jalan-jalan ke Kabupaten Nagekeo. Ini kabupaten kedua yang sangat saya cintai selain Kabupaten Ende. Setiap kali pergi ke Kabupaten Nagekeo, untuk urusan pekerjaan maupun pribadi, saya tidak merasa sedang 'pergi' melainkan sedang 'pulang' ke rumah.

Baca Juga: Antara PPKM, Nyekar, dan Pantai Marapokot

Ternyata, semakin sering pergi ke Kabupaten Nagekeo, semakin banyak informasi saya peroleh, terutama tempat wisatanya. Tidak hanya tentang perbukitan dengan padang rumput memesona di setiap musim, Bukit Weworowet yang kesohor itu, atau Hutan (Wisata) Bakau, dan Pantai Marapokot. Terakhir, saya pergi ke Tutubhada di daerah Rendu, tempat patung tas bere raksasa berdiri gagah di ketinggian. Sejak mengenal Gagaf (Facebook: Awansyah Gafur), sederet tempat wisata mulai kerkuak. Salah satunya bernama Kota Jogo. Awalnya saya menyangka Kota Jogo semacam kota mati atau kota tradisional. Ternyata saya salah, saudara-saudara. Mari simak lebih jauh.

Squad Jalan-Jalan Santai

Bersama Squad Jalan-Jalan SantaiMam Poppy Pelupessy, Pak Yulius, Ithin, Jelo, dan Indah, kami pergi ke Kota Jogo. Tentunya ditemani guide lokal: Abang Buya dan Gagaf. Oh ya, hari kemarinnya, Sabtu, saya mengajak geng ini pergi ke Tutubhada dan Pantai Marapokot untuk menikmati sunset. Waktu tempuh dari Kota Mbay sebagai Ibu Kota Kabupaten Nagekeo menuju Kota Jogo sekitar tiga puluh menit menggunakan kendaraan bermotor. Kalau jalan kaki, belum saya coba sih. Pantai Kota Jogo terletak di wilayah Desa Anakoli, Kecamatan Wolowae, Kabupaten Nagekeo. Pantai ini menjadi salah satu destinasi wisata pantai di Kabupaten Nagakeo. 



Ciri khas Kabupaten Nagekeo yang panas dan berdebu merupakan teman perjalanan. Tapi saya tidak pernah bermasalah dengan itu. Sebagian kulit yang terbakar itu bukan masalah pelik dibanding kenikmatan yang kami rasakan saat tiba. Lagi pula, sepanjang perjalanan mata dimanjakan dengan layer-layer perbukitan nan indah.

Tebing Karst

Setelah membayar tiket masuk, kami menyusuri tepi pantai, sekitar lima menit, lantas tiba di pantai berikutnya. Pantai berpasir putih. Inilah Kota Jogo! Dari parkiran, kami berjalan kaki menuju lopo paling ujung, paling dekat dengan pesona utama Kota Jogo: tebing karst. Awalnya saya mengira pasir pantai ini akan sama dengan Pantai Marapokot yang berwarna hitam. Lagi-lagi saya salah. Karena termasuk wilayah Utara Pulau Flores, tidak heran jika pasirnya berwarna putih. Di sepanjang pantai terdapat rumput Spinifex. Spinifex adalah anggota suku rumput-rumputan (Poaceae) tahunan yang tumbuh di kawasan pantai bergumuk (Sand Dunes), terutama di Indonesia. 

Tebing karst yang memanjang terus ke arah Barat itu unik karena bentuknya mirip gelombang pasang. Tebing ini mengingatkan saya pada tebing Pantai Maukeke di Kabupaten Ende. 


Bedanya, di Pantai Maukeke, seperti foto Mbak In di atas, terpisah-pisah begitu sehingga tidak cocok disebut tebing melainkan pizza batu.

Sejujurnya, saat air sedang pasang naik, kami harus melewati tepian tebing yang tidak bisa dibilang kondusif dengan kondisi kaki saya yang agak-agak-dungu ini. Oleh karena itu, saya memutuskan untuk tidak ikut squad menuju lokasi terindah itu. Lumayan juga, duduk mengaso bersama para pejalan lain yang sedang memancing. Human interest pun terjadi. Kami mengobrol, tertawa-tawa, dan saya tahu sebagian dari mereka berasal dari STFK Ledalero di Kabupaten Sikka. Memangnya bisa dapat ikan? Bisa. Saya saksikan sendiri mereka melempar umpan dan menariknya bersama ikan yang menggelepar.  

Sungguh beruntungnya saya karena Gagaf itu tidak tegaan. Masa iya saya ditinggal sendiri? Dengan susah payah dia memindahkan saya, hahaha, dari satu tempat ke tempat lain. Saya percaya dalam hati dia pasti jengkel itu karena bobot saya kan tidak bisa dibilang seringan kapas. Aduhai, terima kasih Gagaf, karena kebaikan hatimu pada akhirnya saya tiba juga di lokasi indah ini. Silahkan lihat foto-foto di bawah ya, gengs.








Maaf kalau kalian iri maksimal. Memang itu tujuan utamanya.

Informasi apa lagi yang bisa saya sampaikan? Yang pertama: karena tidak ada lapak pedagang dan/atau lapak pedagangnya jauh dari pantai ini, disarankan untuk membawa sendiri perbekalan terutama air minum. Yang kedua: tidak ada bilik berganti baju sehingga kalau memang niatan nyebur ke laut, bawa juga air yang lebih banyak untuk membilas, dan sarung atau apalah yang bisa dijadikan tirai untuk mengganti baju. Yang ketiga: alangkah baiknya punya kontak lokal jadi bisa tanya-tanya dulu apakah lautnya sedang pasang naik atau pasang surut. Orang seperti saya butuh informasi itu, supaya tidak kesusahan menuju spot terbaik untuk foto-foto itu.

Baca Juga: Bangkit Dari Cengkeraman Covid-19

Sepulang dari Kota Jogo kami makan siang di restoran makanan Padang, plus menikmati es kelapa muda. Tapi perjalanan ini punya cerita paling menarik yaitu sepeda motor Pak Yulius yang mulai menampakkan kegelisahan sejak hari kemarinnya, saat kami berada di Tutubhada. Mogok! Hahaha. Tanpa cerita mogoknya si Vixion, cerita perjalanan kami pasti datar-datar saja. Karena, saya percaya apa pun yang terjadi dalam perjalanan sudah digariskan Allah SWT. Seperti yang selalu saya tulis, semesta bekerja dengan cara yang misterius, unik, dan rapi. Percayalah. 

Terima kasih untuk Gagaf yang sudah merekomendasikan Kota Jogo pada kami, merelakan waktunya untuk kami padahal punya kegiatan lain, dus membantu saya menuju lokasi terbaik itu hahaha.

Terima kasih Abang Buya yang sudah merelakan waktunya untuk mengantar kami, mengurus sepeda motor itu, sakit kepala sama rewelnya saya, memahami ngambeknya saya, sampai harus merelakan sandalnya saya pakai. I lost in your kindness. I wish, suatu hari kelak, kita akan bercerita tentang perjalanan ini. Duduk di lereng bukit, menikmati sunset, minum Aqua rasa kopi, dan menikmati rokok rasa garam. Haha. Terima kasih sudah menerima apa adanya diri saya dan lingkup pergaulan saya.


Nantikan cerita selanjutnya ya, gengs! Ke mana lagi kami akan pergi? Hem, misteri. Biarkan semesta yang menentukannya.


Cheers.

1 Komentar

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.

  1. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus
Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak