Ada Banyak Hal Yang Tidak Bisa Kita Paksakan Termasuk Cinta. Benarkah? Benar kan? Seperti yang dinyanyikan Manis Manja Group:
Jodoh, jodoh jodoh ... Tak usah dikejar-kejar ihh
Tak usah dipaksa-paksa ... Bila saatnya 'kan datang juga
Atau seperti kata Tulus:
Sudah coba berbagai cara
Agar kita tetap bersama
Yang tersisa dari kisah ini
Hanya kau takut kuhilang
Perdebatan apapun menuju kata pisah
Jangan paksakan genggamanmu
Atau seperti cuplikan berita ini:
Jakarta, Beritasatu.com - Aliansi Masyarakat Sipil untuk Pemilu Konstitusional mengecam segala tindak kekerasan dan pemaksaan kepentingan dalam Pemilu 2019. Pernyataan sikap ini disampaikan merespons perkembangan situasi politik pasca-penetapan hasil pemilu oleh KPU.
Baca Juga: 5 Manfaat, 5 Tips, 5 Quotes, dan Pos Rangkuman Lainnya
Saya yakin kalian semua pasti tahu karena ini bukan barang baru. Mungkin pernah mengalaminya. Mungkin pernah juga menulisnya. Sekadar refleksi bahwa ada banyak hal yang tidak bisa kita paksakan dalam hidup ini, termasuk cinta. Kita tidak bisa memaksakan keinginan untuk menjadi Sultan dalam semalam. Aladin yang berteman dengan jin penghuni lampu wasiat pun tidak melakukan itu. Kita tidak bisa memaksa orang lain memakai baju kita, terutama jika kita adalah perempuan dan orang lain itu adalah laki-laki. Haha. Man, itu bakal bikin kepala ditabok helem apalagi jika bajunya berenda pink. Kita tidak bisa memaksa seorang vegetarian memakan sate daging domba. Kalau sate daun ubi seperti yang pernah dibikin Mamatua, mungkin si vegetarian mau. Kita juga tidak bisa memaksa orang lain meminum arsenik. Jelas! Bisa-bisa kita yang diminta duluan meminum arsenik itu.
Akhir-akhir ini pertanyaan demi pertanyaan terus berdatangan, semacam hujan meteor yang jatuh ke bumi. Tema pertanyaannya senada seirama. Kapan, Teh? Ayolah, Teh. Kapan, Teh? Ayolah, Teh. Seandainya menikah semudah melempar rumah tetangga dengan exavator atau semudah mengucapkan janji-janji manis, tidak banyak jomblo yang bisa kalian temui di dunia ini. Karena untuk tiba di pelaminan tidak semudah melempar rumah tetangga dengan exavator. Dibutuhkan proses yang cukup panjang. Kita tidak bisa menyiapkan pelaminannya terlebih dahulu, menunggu jodoh di halte bus, lantas menarik seseorang ke pelaminan yang sudah disiapkan itu. No, no, no. Kita hanya bisa berusaha dan berdo'a diberikan seseorang oleh Allah SWT, tentunya seseorang yang menurutNya terbaik untuk kita.
Saya pernah dikeroyok pertanyaan: kenapa saya diperlakukan tidak adil? Itu terjadi pada masa paling sulit. Hei, saya sama seperti kalian, sama-sama manusia yang juga berhadapan dengan masa-masa sulit. Kemudian, pikiran saya digerogoti pertanyaan: bagaimana jika dia juga merasa saya memperlakukannya dengan tidak adil? Vice versa yang jahat. Hehe. Pikiran yang bersifat vice versa biasanya membantu kita untuk menyingkirkan ego sedikit lebih kuat.
Mungkin orang-orang tidak tahu, atau sudah saatnya saya memberitahu, bahwa bukan saya yang selalu menolak. Mama Len bilang, "Kalau orangnya sudah datang, jangan ditolak lagi!" Atau Mama Sia yang selalu berkata, "Begini-begini cerita baik semua, nanti kalau orang sudah mau serius, mulai gelisah macam anak kecil." Sebenarnya tidak selalu begitu. Tidak melulu begitu. Tidak selamanya 'dari sayanya'. Kenapa? Karena toh saya tidak bisa memaksa seorang laki-laki untuk bergerak lebih cepat dari lajunya saat ini. Seperti yang saya tulis di atas, kita hanya bisa berusaha dan berdo'a diberikan seseorang oleh Allah SWT, tentunya seseorang yang menurutNya terbaik untuk kita. Tidak bisa memaksa meskipun ingin.
Baca Juga: Antara PPKM, Nyekar, dan Pantai Marapokot
Jadi, cinta tidak bisa dipaksakan meskipun 'hilal'nya sudah kelihatan. Sama juga, pernikahan atau perkawinan pun tidak bisa dipaksakan meskipun, lagi, 'hilal'nya sudah kelihatan. Apa yang perlu kita lakukan? Memperbaiki diri, memantaskan diri. Bukan untuk laki-laki, tapi untuk diri kita dan untuk masa depan yang disebut rumah tangga.
Saya bingung kenapa melanjutkan tulisan yang ngedraf sejak Januari ini. Ah, sudahlah.
Cheers.