Menambah Wawasan Bersama Building A Ship While Sailing. Salah satu buku yang saya baca saat work from home demi menjalankan #DiRumahSaja berjudul Building A Ship While Sailing. Sebuah buku yang dibagikan langsung oleh penulisnya usai kegiatan seminar sekaligus peluncuran buku tersebut di Auditorium H. J. Gadi Djou tanggal 25 Agustus 2017. Sudah lama diluncurkan kenapa baru dibaca sekarang? Karena saya baru saja memperolehnya dari Kakak Shinta Degor. Haha. Dan lumayan juga buku ini dibaca di masa pandemi Covid-19, mengisi waktu, sembari nge-blog dan berkebun mini di beranda belakang Pohon Tua. Dan yang namanya buku, tentu selalu baik untuk dibaca, selama buku itu memang merupakan buku yang bermanfaat.
Bagi kalian yang penasaran, marilah kita kenalan sama buku ini.
Building A Ship While Sailing ditulis oleh S. D. Darmono, Chairman Jababeka Group. Buku bersampul hitam dengan foto sang penulis ini diterbitkan oleh Kepustakaan Populer Gramedia. Sebanyak 222 halaman kita tidak saja disuguhi bermacam teori tetapi juga quote menarik, serta foto-foto. Menurut S. D. Darmono, judul buku ini diinspirasi oleh Prof. Dr. Emil Salim beberapa tahun lalu ketika meresmikan Botanical Garden yang dibangun Jababeka di Cikarang, Bekasi. Sambil bergurau Prof. Dr. Emil Salim mengatakan, kita ini membangun negeri seperti membangun kapal sambil berlayar.
Baca Juga: Menonton Ulang Suami-Suami Yang Masih Takut Sama Isteri
Bagi kalian yang penasaran, marilah kita kenalan sama buku ini.
Building A Ship While Sailing
Building A Ship While Sailing ditulis oleh S. D. Darmono, Chairman Jababeka Group. Buku bersampul hitam dengan foto sang penulis ini diterbitkan oleh Kepustakaan Populer Gramedia. Sebanyak 222 halaman kita tidak saja disuguhi bermacam teori tetapi juga quote menarik, serta foto-foto. Menurut S. D. Darmono, judul buku ini diinspirasi oleh Prof. Dr. Emil Salim beberapa tahun lalu ketika meresmikan Botanical Garden yang dibangun Jababeka di Cikarang, Bekasi. Sambil bergurau Prof. Dr. Emil Salim mengatakan, kita ini membangun negeri seperti membangun kapal sambil berlayar.
Pengantar buku ditulis oleh Prof. Dr. Komarudin Hidayat, Ketua Tidar Heritage Foundation (THF). Menurut beliau:
Setelah membaca buku ini, kita akan semakin mengenal kesungguhan dan kedalaman berpikir Mas Darmono untuk mengabdikan diri kepada bangsanya. (Hidayat dalam Darmono, 2017:xvii).
Terhitung 10 Bab tersaji dalam Building A Ship While Sailing. Dan saya memaknainya sebagai pelajaran tentang sejarah membangun negeri dari banyak aspek. Perjuangan tidak akan pernah berhenti.
Pada bab-bab awal Building A Ship While Sailing pembaca diajak menelusuri sejarah bangsa ini. Mulai dari Indonesia di zaman purba, nusantara di era Mahapahit, kemudian Indonesia dan kesultanan, hingga meluruskan pandangan tentang pribumi. Membaca tentang keteladanan tokoh bangsa membikin jiwa patriot dalam diri saya memberontak pula. Apa yang sudah saya lakukan untuk Indonesia? Hiks. Tahunya cuma berkoar-koar di media sosial, mengeluh tentang hal-hal yang tidak penting. Sedangkan Bung Karno, Bung Hatta, Sjahrir, Tan Malaka, hingga John Lie Tjeng Tjoan, alias Jahja Daniel Dharma; satu-satunya milisi Indonesia keturunan Tionghoa yang meraih pangkat Laksamana Muda dan diberikan gelar Pahlawan Nasional oleh Pemerintah Indonesia.
Mengapa sejarah dan tokoh-tokoh besar bangsa diulas di dalam Building A Ship While Sailing? Karena tidak ada yang namanya depan tanpa belakang. Tidak ada yang namanya masa depan tanpa sejarah. Seperti ... apakah itu masih disebut putih bila tidak ada hitam? Kira-kira seperti itulah. Pembaca diajak untuk memahami tentang pembangunan bangsa ini sejak awal mula, simpang-siurnya kondisi pada zaman perjuangan dulu, hingga perjuangan tak kenal ampun para tokoh besar bangsa ketika Indonesia diproklamirkan merdeka, bagaimana Indonesia harus bergaul dan bergaung di dunia/global, bagaimana sebuah kapal yang belum sempurna harus mengarungi lautan yang ganas. Ya, bagaimana kemudian kapal ini terus bertahan di lautan ganas tersebut.
Wisata budaya merupakan poin yang paling saya soroti dari Building A Ship While Sailing. Ulasannya lengkap dan luas. Menurut Darmono, pariwisata merupakan salah satu sektor utama yang harus mulai dikembangkan dan dikelola dengan sangat serius untuk meningkatkan pendapatan regional dan nasional di Indonesia. Ada beberapa alasan mendasar kenapa pariwisata harus ditempatkan sebagai salah satu sektor penting pembangunan ekonomi. Alasan yang pertama tidak terlepas dari perubahan dunia. Dunia tengah memasuki gelombang revolusi ketiga setelah dua revolusi sebelumnya, yakni revolusi politik dan revolusi industri. Revolusi ketiga ini berlangsung pada wilayah teknologi komunikasi-informasi dan transportasi. Situasi ini memberikan pengaruh yang sangat besar pada dunia pariwisata.
Sangat setuju!
Ini garis besar yang saya tangkap setelah membaca Building A Ship While Sailing. Bagaimana kita memulai tanpa menunggu sempurna. Saya contohkan diri sendiri yang dulu ketika hendak berhijab selalu punya pernyataan: kumpulkan pakaian lengan panjang dan aneka hijab dulu, baru berhijab. Sampai kapan? Entah. Oleh karena itu pada suatu pagi saya menyingkirkan pernyataan sinting itu dan mulai berhijab. Hijrah yang terasa begitu menyenangkan karena justru setelah dilakukan, justru berjalan dengan mulus. Kendalanya ada ... kalau jilbab yang hendak saya pakai ternyata masih basah. Hahaha.
Bagaimana, kawan? Tertarik untuk membaca buku Building A Ship While Sailing juga? Silahkan. Saya jamin kalian tidak akan menyesal. Wawasan pasti bertambah. Apa yang saya tulis cuma sebagian kecil dari nilai-nilai yang diperoleh usai membacanya. Berjuanglah, blended dengan kondisi sekarang, dan naikkan layar meskipun kapal kalian belum sempurna terbentuk. Percayalah, banyak pelajaran yang bisa kita peroleh selama perjalanan ini dan pengalaman itu dapat menjadi penyempurna perjalanan.
Semoga bermanfaat.
#SabtuReview
Cheers.
Setelah membaca buku ini, kita akan semakin mengenal kesungguhan dan kedalaman berpikir Mas Darmono untuk mengabdikan diri kepada bangsanya. (Hidayat dalam Darmono, 2017:xvii).
Terhitung 10 Bab tersaji dalam Building A Ship While Sailing. Dan saya memaknainya sebagai pelajaran tentang sejarah membangun negeri dari banyak aspek. Perjuangan tidak akan pernah berhenti.
Bergerak Maju Tanpa Melupakan Sejarah
Pada bab-bab awal Building A Ship While Sailing pembaca diajak menelusuri sejarah bangsa ini. Mulai dari Indonesia di zaman purba, nusantara di era Mahapahit, kemudian Indonesia dan kesultanan, hingga meluruskan pandangan tentang pribumi. Membaca tentang keteladanan tokoh bangsa membikin jiwa patriot dalam diri saya memberontak pula. Apa yang sudah saya lakukan untuk Indonesia? Hiks. Tahunya cuma berkoar-koar di media sosial, mengeluh tentang hal-hal yang tidak penting. Sedangkan Bung Karno, Bung Hatta, Sjahrir, Tan Malaka, hingga John Lie Tjeng Tjoan, alias Jahja Daniel Dharma; satu-satunya milisi Indonesia keturunan Tionghoa yang meraih pangkat Laksamana Muda dan diberikan gelar Pahlawan Nasional oleh Pemerintah Indonesia.
Mengapa sejarah dan tokoh-tokoh besar bangsa diulas di dalam Building A Ship While Sailing? Karena tidak ada yang namanya depan tanpa belakang. Tidak ada yang namanya masa depan tanpa sejarah. Seperti ... apakah itu masih disebut putih bila tidak ada hitam? Kira-kira seperti itulah. Pembaca diajak untuk memahami tentang pembangunan bangsa ini sejak awal mula, simpang-siurnya kondisi pada zaman perjuangan dulu, hingga perjuangan tak kenal ampun para tokoh besar bangsa ketika Indonesia diproklamirkan merdeka, bagaimana Indonesia harus bergaul dan bergaung di dunia/global, bagaimana sebuah kapal yang belum sempurna harus mengarungi lautan yang ganas. Ya, bagaimana kemudian kapal ini terus bertahan di lautan ganas tersebut.
Wisata budaya merupakan poin yang paling saya soroti dari Building A Ship While Sailing. Ulasannya lengkap dan luas. Menurut Darmono, pariwisata merupakan salah satu sektor utama yang harus mulai dikembangkan dan dikelola dengan sangat serius untuk meningkatkan pendapatan regional dan nasional di Indonesia. Ada beberapa alasan mendasar kenapa pariwisata harus ditempatkan sebagai salah satu sektor penting pembangunan ekonomi. Alasan yang pertama tidak terlepas dari perubahan dunia. Dunia tengah memasuki gelombang revolusi ketiga setelah dua revolusi sebelumnya, yakni revolusi politik dan revolusi industri. Revolusi ketiga ini berlangsung pada wilayah teknologi komunikasi-informasi dan transportasi. Situasi ini memberikan pengaruh yang sangat besar pada dunia pariwisata.
Sangat setuju!
Memulai Tidak Menunggu Sempurna
Ini garis besar yang saya tangkap setelah membaca Building A Ship While Sailing. Bagaimana kita memulai tanpa menunggu sempurna. Saya contohkan diri sendiri yang dulu ketika hendak berhijab selalu punya pernyataan: kumpulkan pakaian lengan panjang dan aneka hijab dulu, baru berhijab. Sampai kapan? Entah. Oleh karena itu pada suatu pagi saya menyingkirkan pernyataan sinting itu dan mulai berhijab. Hijrah yang terasa begitu menyenangkan karena justru setelah dilakukan, justru berjalan dengan mulus. Kendalanya ada ... kalau jilbab yang hendak saya pakai ternyata masih basah. Hahaha.
⧭
Baca Juga: Inilah Bukti Bahwa Takut Tidak Butuh Penampakan Setan
Bagaimana, kawan? Tertarik untuk membaca buku Building A Ship While Sailing juga? Silahkan. Saya jamin kalian tidak akan menyesal. Wawasan pasti bertambah. Apa yang saya tulis cuma sebagian kecil dari nilai-nilai yang diperoleh usai membacanya. Berjuanglah, blended dengan kondisi sekarang, dan naikkan layar meskipun kapal kalian belum sempurna terbentuk. Percayalah, banyak pelajaran yang bisa kita peroleh selama perjalanan ini dan pengalaman itu dapat menjadi penyempurna perjalanan.
Semoga bermanfaat.
#SabtuReview
Cheers.