Sinyal Itu Sudah Ada Namun Awam Tak Pandai Membacanya. Suatu saat mendadak saya menulis pos berjudul Sebuah Seni Untuk Melepaskan Sesuatu Yang Bukan Milik Kita. Meskipun tujuan utama tulisan itu terpanah pada ranah asmara namun ternyata tulisan itu berbentur dengan semua ranah kehidupan umat manusia. Saya sendiri terkejut ketika paragraf pertama mulai tertera kata 'bunga'. Bunga yang dicuri berikut wadahnya, tapi kemudian diganti dengan bunga lainnya. Bagian akhir dari tulisan itu adalah tentang mencoba-ikhlas alih-alih menulis tentang keihlasan. Karena, ikhlas merupakan ilmu paling tinggi dan saya masih belum bisa disebut ikhlas. Mencoba iklhas itu mudah dilakukan. Percayalah. Jauh lebih mudah dari ikhlas.
Kembali pada persoalan sesuatu yang bukan milik kita, yang kesemuanya adalah milik Allah SWT, manusia bisa apa? Manusia hanyalah penghuni semesta raya, bagian kecil dari ciptaanNya, yang bahkan menembus galaksi lain pun masih sulit dilakukan, kecuali di dalam filem. Kadang-kadang jadi kangen alien, haha. Manusia bahkan kadang sulit membaca sinyal kehidupannya sendiri. Setelah kejadian baru ngeh bahwa oooh ternyata kejadian ini pertandanya itu. Kalian sering bilang begitu? Selamat, kalian tidak sendirian. Ada saya juga haha.
Kalau saya menceritakan sinyal yang satu ini, kalian pasti bakal bilang, ah cuma mengaitkan saja lu, Teh. Tapi kalau saya pikir-pikir, sinyal ini memang merupakan sesuatu yang harusnya bisa saya baca sejak September 2019 kemarin, hanya saja karena saya ini awam, mana bisa mengejawantahkannya. Beuuuugh bahasanya. Andai saya punya indera ke-enam macam Cecilia Theresiana atau Naomi, kan asyik.
Sinyal yang saya maksudkan ini berkaitan dengan tugas. Percayakah kalian bahwa setiap manusia yang mengembara di dunia ini diberikan tugasnya masing-masing oleh Allah SWT? Tugas setiap manusia itu ibarat DNA, tidak sama pada setiap manusia. Misalnya tugas Claudio Valentino Dandut, adik angkat saya itu, adalah menjadi musuh bebuyutan saya. Setiap hari kerjaan kami di WA itu berantem melulu, curhat melulu, bagi permen melulu (saya), minta di-download-in video melulu (saya), bangunin saya setiap Senin pukul 05.30 Wita (dia), dan seterusnya, dan sebagainya, dan lain-lain. Ada pula Mas Yoyok Purnomo, yang tugasnya adalah menelan kejengkelan demi kejengkelan gara-gara tingkah resek saya.
Sama juga, sebagai manusia saya juga diberikan tugas oleh Allah SWT. Kalian tahu konsep sebuah tugas kan? Melaksanakan tugas artinya meninggalkan hal-hal lain yang bakal mengganggu tugas itu. Saya percaya bahwa tugas saya di dunia saat ini adalah untuk menjaga Mama dan dua keponakan yang tinggal bersama kami di Pohon Tua. Tugas itu harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya apabila ingin mendapat nilai menuju-sempurna. Tugas itu tidak bisa diabaikan begitu saja. Oleh karena itu, ijinkan saya membagi catatan ini. Catatan yang saya bikin dengan segenap jiwa (ini bahasanya kayak orang bakal pergi perang).
Catatan 8 Desember 2019
Tumpeng nasi kuning dengan potongan-potongan ayam bakar, telur, tahu tempe, jumputan urap, dan aneka topping yang mengitari tumpeng itu, sudah terbayang di depan mata saya sejak Bulan November 2019. Pun sudah terbayang pula betapa lebar tawanya kalau cake ulang tahun berbentuk Ka'bah atau Silverqueen itu muncul dengan lilin menyala minta ditiup. Ah, beliau juga pasti bakal memeluk hadiah daster (pakaian kesukaannya) sambil mengelus si daster dengan gembira. Tapi saya tahu, kebahagiaan terbesarnya adalah dikelilingi oleh anak, cucu, dan cece. Mana pula dua cecenya, si Rara dan Syiva, pasti berulah konyol memantik tawa sekeluarga besar.
Bahkan, saya pernah menulis status, butuh pacar sewaan sehari saja pada tanggal 8 Desember 2019 untuk menghindari pertanyaan 'itu' dari keluarga besar yang Insha Allah selalu kumpul di Pohon Tua (nama rumah kami) pada tanggal kelahiran beliau. Saya ingin 8 Desember 2019 menjadi momen terbaik kami semua.
Baru-baru ini saya menulis tentang Sebuah Seni Untuk Melepaskan Sesuatu Yang Bukan Milik Kita. Tulisan yang saya ingat, saat 30 November 2019 beliau kehilangan satu-satunya indera penglihatan, setelah indera penglihatan yang lain direnggut pada tahun 2016 silam. Tulisan yang baru saya sadari bahwa sudah sejauh itu saya paham konsep semesta. Kita tidak bisa mempertahankan apapun yang bukan milik kita. Karena semuanya adalah milik Allah SWT. Termasuk penglihatan.
30 November 2019 beliau kehilangan penglihatannya. Sedih, iya. Tapi kami sekeluarga harus bisa menerimanya. Saya pribadi memandang ini sebagai apa yang bukan hak milik. Pasrah? Tidak. Kami sekeluarga tentu berupaya demi beliau yang kami panggil Mama, Amak, Mamatua, Oma. Sekecil apapun kemungkinan pulih, manusia tidak boleh berhenti berikhtiar dan berdoa.
Beliau memang kehilangan penglihatannya. Namun, beliau dianugerahi begitu banyak mata: anak, cucu, cece. Bahkan orang-orang lainnya. Saya menulis: she can't see us. Tapi adek saya Tino menulis: she can't see you all with her eyes, but heart do. Demikian pula ... Beliau mampu merasakan 'mata' itu lewat sentuhan dan elusan pada pundaknya. Juga suara yang bergema saat berbicara.
Melangkahkan terus, Ma. Bahkan seratus ribu langkah lagi. Jangan pernah takut jatuh. Karena, Mama punya banyak mata yang menuntun. Karena, Mama punya banyak tangan yang menopang. Melangkahlah terus, Ma. Meskipun tidak akan sama persis dengan saat Mama melatih kami berjalan dulu, tapi kami akan selalu ada untuk Mama. Menuntun dan menopang. Dan, Allah SWT tentu akan selalu melindungi Mama.
Life is good.
Isn't it?
Catatan di atas juga sudah saya pos di Facebook dan share di WAG keluarga. Keponakan saya Mbak In, dan sahabat rasa saudari saya si Mila Wolo, bahkan sudah lebih dulu mengeposnya di media sosial mereka. Ya, di Facebook. Mungkin banyak yang bakal bilang saya lebay. Tapi percayalah, menjauhnya sekian banyak prince-not-charming dalam waktu berdekatan, tsaaaaaah, saya anggap sebagai sinyal yang tidak mampu dibaca oleh saya sebagai awam. Saya percaya, tugas saya masihlah yang saat ini diberikan oleh Allah SWT dan itu merupakan anugerah. Jadi, itu tidak saya anggap sebagai tugas saja, melainkan sebagai anugerah.
Semoga kalian paham hahaha.
#SeninCerita
#CeritaTuteh
Cheers.
Kalau saya menceritakan sinyal yang satu ini, kalian pasti bakal bilang, ah cuma mengaitkan saja lu, Teh. Tapi kalau saya pikir-pikir, sinyal ini memang merupakan sesuatu yang harusnya bisa saya baca sejak September 2019 kemarin, hanya saja karena saya ini awam, mana bisa mengejawantahkannya. Beuuuugh bahasanya. Andai saya punya indera ke-enam macam Cecilia Theresiana atau Naomi, kan asyik.
Sinyal yang saya maksudkan ini berkaitan dengan tugas. Percayakah kalian bahwa setiap manusia yang mengembara di dunia ini diberikan tugasnya masing-masing oleh Allah SWT? Tugas setiap manusia itu ibarat DNA, tidak sama pada setiap manusia. Misalnya tugas Claudio Valentino Dandut, adik angkat saya itu, adalah menjadi musuh bebuyutan saya. Setiap hari kerjaan kami di WA itu berantem melulu, curhat melulu, bagi permen melulu (saya), minta di-download-in video melulu (saya), bangunin saya setiap Senin pukul 05.30 Wita (dia), dan seterusnya, dan sebagainya, dan lain-lain. Ada pula Mas Yoyok Purnomo, yang tugasnya adalah menelan kejengkelan demi kejengkelan gara-gara tingkah resek saya.
Sama juga, sebagai manusia saya juga diberikan tugas oleh Allah SWT. Kalian tahu konsep sebuah tugas kan? Melaksanakan tugas artinya meninggalkan hal-hal lain yang bakal mengganggu tugas itu. Saya percaya bahwa tugas saya di dunia saat ini adalah untuk menjaga Mama dan dua keponakan yang tinggal bersama kami di Pohon Tua. Tugas itu harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya apabila ingin mendapat nilai menuju-sempurna. Tugas itu tidak bisa diabaikan begitu saja. Oleh karena itu, ijinkan saya membagi catatan ini. Catatan yang saya bikin dengan segenap jiwa (ini bahasanya kayak orang bakal pergi perang).
Catatan 8 Desember 2019
Tumpeng nasi kuning dengan potongan-potongan ayam bakar, telur, tahu tempe, jumputan urap, dan aneka topping yang mengitari tumpeng itu, sudah terbayang di depan mata saya sejak Bulan November 2019. Pun sudah terbayang pula betapa lebar tawanya kalau cake ulang tahun berbentuk Ka'bah atau Silverqueen itu muncul dengan lilin menyala minta ditiup. Ah, beliau juga pasti bakal memeluk hadiah daster (pakaian kesukaannya) sambil mengelus si daster dengan gembira. Tapi saya tahu, kebahagiaan terbesarnya adalah dikelilingi oleh anak, cucu, dan cece. Mana pula dua cecenya, si Rara dan Syiva, pasti berulah konyol memantik tawa sekeluarga besar.
Bahkan, saya pernah menulis status, butuh pacar sewaan sehari saja pada tanggal 8 Desember 2019 untuk menghindari pertanyaan 'itu' dari keluarga besar yang Insha Allah selalu kumpul di Pohon Tua (nama rumah kami) pada tanggal kelahiran beliau. Saya ingin 8 Desember 2019 menjadi momen terbaik kami semua.
Baru-baru ini saya menulis tentang Sebuah Seni Untuk Melepaskan Sesuatu Yang Bukan Milik Kita. Tulisan yang saya ingat, saat 30 November 2019 beliau kehilangan satu-satunya indera penglihatan, setelah indera penglihatan yang lain direnggut pada tahun 2016 silam. Tulisan yang baru saya sadari bahwa sudah sejauh itu saya paham konsep semesta. Kita tidak bisa mempertahankan apapun yang bukan milik kita. Karena semuanya adalah milik Allah SWT. Termasuk penglihatan.
30 November 2019 beliau kehilangan penglihatannya. Sedih, iya. Tapi kami sekeluarga harus bisa menerimanya. Saya pribadi memandang ini sebagai apa yang bukan hak milik. Pasrah? Tidak. Kami sekeluarga tentu berupaya demi beliau yang kami panggil Mama, Amak, Mamatua, Oma. Sekecil apapun kemungkinan pulih, manusia tidak boleh berhenti berikhtiar dan berdoa.
Beliau memang kehilangan penglihatannya. Namun, beliau dianugerahi begitu banyak mata: anak, cucu, cece. Bahkan orang-orang lainnya. Saya menulis: she can't see us. Tapi adek saya Tino menulis: she can't see you all with her eyes, but heart do. Demikian pula ... Beliau mampu merasakan 'mata' itu lewat sentuhan dan elusan pada pundaknya. Juga suara yang bergema saat berbicara.
Melangkahkan terus, Ma. Bahkan seratus ribu langkah lagi. Jangan pernah takut jatuh. Karena, Mama punya banyak mata yang menuntun. Karena, Mama punya banyak tangan yang menopang. Melangkahlah terus, Ma. Meskipun tidak akan sama persis dengan saat Mama melatih kami berjalan dulu, tapi kami akan selalu ada untuk Mama. Menuntun dan menopang. Dan, Allah SWT tentu akan selalu melindungi Mama.
Life is good.
Isn't it?
Baca Juga: Bertemu Banyak Kejutan Manis di Kecamatan Boawae
Catatan di atas juga sudah saya pos di Facebook dan share di WAG keluarga. Keponakan saya Mbak In, dan sahabat rasa saudari saya si Mila Wolo, bahkan sudah lebih dulu mengeposnya di media sosial mereka. Ya, di Facebook. Mungkin banyak yang bakal bilang saya lebay. Tapi percayalah, menjauhnya sekian banyak prince-not-charming dalam waktu berdekatan, tsaaaaaah, saya anggap sebagai sinyal yang tidak mampu dibaca oleh saya sebagai awam. Saya percaya, tugas saya masihlah yang saat ini diberikan oleh Allah SWT dan itu merupakan anugerah. Jadi, itu tidak saya anggap sebagai tugas saja, melainkan sebagai anugerah.
Semoga kalian paham hahaha.
#SeninCerita
#CeritaTuteh
Cheers.