Komunitas ACIL dan Konsistensinya Mendaur Ulang Sampah. Sudah berapa lama saya mengenal komunitas bernama Anak Cinta Lingkungan (ACIL)? Sudah sangat lama. Sebenarnya maksud hati ingin turut terlibat di dalamnya tetapi kesibukan pekerjaan dan urusan ini itu memang sangat tidak bisa mentolerir. Sedih? Iya. Makanya saya memutuskan untuk solo karir, maksudnya saya tidak terlalu terlibat dalam komunitas manapun, kecuali Stand Up Comedy Endenesia. Kenapa? Karena Stand Up Comedy Endenesia merupakan komunitas dengan konsep yang benar-benar beda dari banyak komunitas yang pernah saya ikuti selama ini. Selain itu tingkat kegiatannya pun tidak terlalu padat, selain lomba setiap Jum'at ada open mic, sehingga tidak terlalu dipermasalahkan apabila saya absen, kan saya bukan komika. Hehe.
Baca Juga: Manfaatkan Celana Jin Bekas Untuk Mempercantik Sofa
Kembali ke ACIL. Karena hari ini #RabuDIY, maka tidak ada salahnya saya menulis tentang Komunitas ACIL Ende, atau ACIL (saja). Apa dan bagaimana ACIL? Silahkan dibaca sampai selesai, siapa tahu bisa membawa inspirasi bagi kalian.
A C I L
Sudah lama tahu ACIL, tapi alangkah lebih bagus informasi tentang ACIL saya peroleh langsung dari salah seorang pengurusnya. Dari blog-nya Abang Iskandar Awang Usman, saya peroleh informasi tentang ACIL. Komunitas yang berkonsentrasi pada anak dan lingkungan ini didirikan pada Rabu, 4 Desember 2013 dengan basecamp di Jalan Adi Sucipto RT/RW 02/08, Ippi, Kelurahan Tetandara, Kecamatan Ende Selatan, Kabupaten Ende. Sayangnya tidak ditulis memang siapa-siapa pendiri dan pengurusnya. Tetapi jelas saya tahu sebagiannya, seperti Abang Umar Hamdan sang ketua, Abang Iskandar, Abang Antho, Filzha, dan lain-lain yang namanya tidak saya tulis karena kuatir salah.
Foto di atas, waktu penyerahan bantuan mantel hujan anak-anak dari Relawan Taman Bung Karno Ende kepada ACIL. Dari saya belum berhijab sampai berhijab, sudah melekat sama ACIL. Haha.
Sampai saya sudah berhijab, main ke markas ACIL, waktu itu kita dari Komunitas SOSMED Ende memang pengen berbagi, bermain, dan belajar bersama anggota ACIL yang rata-rata anak-anak usia TK sampai SMP. Kalau sudah SMA dan/atau lewat dari itu, boleh donk jadi pengasuh juga (silahkan daftar).
Mari cerita-cerita dulu tentang ACIL. Dulu saya pernah ikut kegiatan ACIL di halaman belakang rumah Wakil Bupati Ende, Bapak Djafar, di Jalan Soekarno. Dari situ saya jadi tahu bahwa ACIL yang beranggotakan anak-anak itu punya kegiatan rutin setiap hari Minggu, serta kegiatan-kegiatan lainnya. Markas mereka di Ippi itu merupakan rumah yang dihuni oleh Abang Umar Hamdan sekeluarga yang pada bagian halamannya didirikan saung kreatif. Saung ini berisi rak-rak buku, dan aneka barang kebutuhan belajar bersama. Dari situ ragam kegiatan ACIL lainnya berlangsung.
Kegiatan-kegiatan ACIL yang saya rangkum dari pandangan mata *cieee* antara lain belajar - membaca - bermain edukatif di saung baca mereka, penanaman bibit atau pembibitan pohon dan tanaman lainnya, penghijauan, bersih-bersih sampah di titik-titik yang ditentukan, pemilahan sampah, hingga daur ulang sampah. Bukan cerita baru, kemudian, apabila Abang Umar dan kawan-kawan sebagai pengurus dan pengasuh ACIL diminta menjadi narasumber dengan materi utama sampah dan pengelolaannya. Kami pernah pula sama-sama menjadi pemateri dalam kegiatan #EndeBisa dengan goal utama #EndeKreativitas, #EndeBelajarLiterasiDigital, #EndeBebasSampah, #EndeSocMed4SocGood, #EndeBerwirausaha.
Rasanya pengen kembali ke aula SMKN 1 Ende dengan ribuan pesertanya itu. Hahaha.
ACIL dan Konsistensinya Mendaur Ulang Sampah
Komunitas yang berkonsentrasi pada masalah sampah ada banyak. Tapi yang betul-betul tuntas dengan masalah sampah ini saya baru melihatnya dalam tubuh ACIL. Mereka tidak saja memberi contoh lewat aksi bersih-bersih sampah, tetapi juga mengedukasi masyarakat, serta melaksanakan kewajiban moril untuk mendaur ulang sampah. Waktu berkunjung ke markas ACIL saya tahu bahwa proses daur ulang ini dilakukan oleh semua anggota ACIL baik anak-anak maupun pengasuh/pengurus, serta pendamping hidup mereka. Seperti isterinya Abang Umar.
Sampah yang didaur ulang terjadi setelah proses pemilahan. Umumnya sampah plastik akan dikumpulkan dan dibersihkan agar dapat didaur ulang. Waktu berkunjung ke sana saya sempat fotoin barang-barang daur ulang yang bejibun itu tetapi saya file fotonya entah di mana. Untung saya masih bisa mendapatkan foto-foto yang dulu dipos Abang Nurdin di Facebook.
Sampah plastik, juga kertas, didaur ulang menjadi produk dengan nilai ekonomi lebih tinggi dari bentuk semula. Apa saja hasil daur ulang itu? Pada gambar di atas kalian bisa melihat ada miniatur rumah adat, tempat penyimpanan file, dan tas selempang. Selain itu masih banyak produk lainnya seperti tempat sepatu gantung, dompet, keranjang, hingga tudung saji. Apa saja yang bisa didaur ulang, ditambah percikan kreativitas, maka produk daur ulang pun tercipta. Produk-produk itu pun dijual, hasilnya ditabung di tabungan ACIL, dan bakal digunakan untuk keperluan kegiatan ACIL itu sendiri. Ini kan keren.
Foto di atas, Abang Umar tidak sadar saya potret dari belakang saat kegiatan penghijauan di Pantai Anaraja. Dia memakai tas selempang daur ulang. Tas yang sama juga dia pakai saat menghadiri Festival Literasi Nagekeo 2019 di Kota Mbay Sabtu lalu. Konsisten! Mereka selalu memberi contoh, tidak hanya sekadar bicara. Si Filza juga sering banget pakai tas ini. Kan saya jadi pengen punya juga. Hahaha.
Sedangkan foto di atas, saya sedang mencoba alat pungut sampah #DIY yang dibikin oleh Abang Iskandar. Ah, mereka sangat kreatif.
Mengurangi, Bukan Menghilangkan
Ini yang juga penting dibahas. Melalui kegiatan-kegiatannya, termasuk menjadi pemateri/pembicara dalam seminar tentang sampah, sudah jelas Abang Umar dan kawan-kawan berusaha menanamkan konsep Reuse, Reduce, Recycle atau 3R. Kalau di-Indonesiakan menjadi pakai ulang, kurangi, daur ulang. Konsep itu merupakan konsep global yang digaungkan di mana-mana. Karena, manusia sebagai penikmat semesta tidak bisa menutup satu pintu. Menutup satu pintu sama dengan menghancurkan pintu lainnya.
Bingung?
Mari saya jelaskan.
Plastik tidak bisa dihilangkan dalam kehidupan manusia alias manusia tidak bisa berhenti begitu saja dari yang namanya plastik. Bila itu terjadi, hutan yang menjadi korban. Itu pasti. Contoh paling sederhana saya lihat dari sumpit yang ada di rumah. Sumpit itu terbuat dari plastik dan dipakai berulang-ulang. Bayangkan bila sumpit semata-mata terbuat dari kayu. Coba kalian bayangkan sendiri. Mautak mau kita harus sepakat bahwa plastik masih memainkan peranan penting dalam kehidupan manusia, terutama masyarakat Indonesia. Sama juga dengan contoh sebuah rumah makan yang menyiapkan sarung tangan plastik kepada pelanggannya dengan alasan hemat air. Air memang hemat, sampah plastik tambah banyak.
Di Indonesia, rata-rata produk yang kita konsumsi menggunakan wadah plastik. Air galon, air minum kemasan, botol sampo, produk sasetan, produk isi ulang, taplak meja, baliho, barang rumah tangga, sampai karpeg pun berbahan plastik. Ada pula yang menggunakan kertas seperti bungkus sabun. Hal ini berbeda dari beberapa supermarket di luar negeri yang sudah menyediakan beberapa produk tanpa kemasan. Iya kah? Iya donk. Itu manfaatnya membaca. Hahaha. Jadi, pengelola supermarket menyediakan produk, misalnya minyak goreng dan/atau sampo, yang disimpan di dispenser khususnya. Pelanggan harus membawa botolnya sendiri dari rumah dan tinggal menakar sesuai kebutuhan. Asyik kan?
Jelas, plastik memang tidak bisa semerta-merta hilang dari kehidupan kita. Bayangkan saja kalau mantel hujan terbuat dari koran. Hehe. Bijaknya adalah 3R tadi.
Mengurangi sampah plastik sudah saya lakukan. Mungkin juga sudah kalian lakukan. Ya, saya selalu membawa botol minum ke mana pun pergi karena enggan membeli air minum kemasan. Selain berhemat, saya mengurangi sumbangan sampah plastik. Bahkan membeli barang di kios pun, kalau barang itu bisa masuk ransel, saya menolak diberikan kresek oleh penjualnya. Sederhana, memang. Dan saya bahagia menjalaninya.
Mendaur ulang sudah saya lakukan. Kalian tahu kan kalau pos #RabuDIY berawal dari kegemaran saya ber-DIY-ria. Mendaur ulang! Apa saja. Plastik termasuk di dalamnya. Pot-pot bunga, celengan, dompet receh, dan hiasan dinding merupakan beberapa barang daur ulang yang saya bikin.
Memakai kembali produk plastik juga sudah saya lakukan. Meskipun sering menolak kresek dari para penjual, tetapi berbelanja di supermarket membikin ransel saya kepenuhan untuk diisi barang kebutuhan satu bulan. Oleh karena itu, plastik-plastik dari supermarket itu selalu kami simpan, bahkan ada kotak khusus, untuk nanti dipakai kembali. Memakai kembali barang plastik ini juga bisa dilihat dari pot bunga yang sebelumnya merupakan baskom kebutuhan dapur (yang kemudian retak/pecah).
⇜⇝
Kita semua bisa melakukannya: 3R. Asal ada kemauan. Mulai dari yang paling sederhana saja: membawa botol minum dan menolak kresek apabila barangnya bisa masuk ransel/tas yang kita pakai. Dari satu orang menjadi seratus orang ... bagus sekali ... sudah mengurangi begitu banyak sampah plastik di semesta ini.
Baca Juga: Kreativitas Peserta KKN-PPM Uniflor 2019 di Rumah Baca
Kembali ke ACIL. Saya salut sama pengurus/pengelolanya. Bagaimana mereka konsisten mendaur ulang sampah, itu patut diacungi jempol dan diberikan apresiasi tersendiri. Apabila kalian tidak bisa mendaur ulang sendiri, kumpulkan dan serahkan sampah plastik (tapi yang sudah dibersihkan ya) kepada ACIL, agar mereka yang mendaur ulang. Apabila kalian mau mendukung ACIL, boleh juga dengan membeli produk-produk DIY hasil daur ulang yang telah mereka bikin. Kenapa tidak?
Yuk, kurangi sampah plastik!
#RabuDIY
Cheers.