Saya pernah menulis tentang Teknologi Dasar. Inti dari pos itu adalah tentang bagaimana manusia zaman sekarang 'mereka-ulang' teknologi dan teknik dasar yang digunakan oleh manusia zaman purba untuk, misalnya, membangun rumah bahkan rumah bertingkat, membangun kolam renang dengan aliran air dari sumber mata air, membikin tempat pembakaran dan penyulingan tuak dari nangka dan beras, membikin api, memasak menggunakan batu dan bantuan panas matahari, dan lain sebagainya. Teknologi-teknologi dasar itulah yang menurut saya setidaknya memang harus dikuasai manusia. Terkhusus teknologi dan teknik membangun rumah.
Baca Juga: Re: Ease
Baru-baru ini dinding dapur belakang (dapur basah) rumah saya rubuh satu sisinya. Dinding itu tidak kuat menahan dorongan akar pohon yang tidak kami sangka terpeta diantara dinding dapur dengan tembok penyokong rumah tetangga sebelah atas. Tidak main-main akar pohon itu, setelah digali, besarnya bisa sepelukan tiga orang dewasa. Awwww. Pantas saja dinding rumah rubuh alias jebol. Tapi selalu ada hikmah dari setiap kejadian bukan? Alhamdulillah Mamasia yang saat itu sedang mencuci baju tidak tertimpa pecahan dinding. Alhamdulillah kami serumah jadi tahu teknologi dan teknik dasar membangun dinding.
Rumah Dua Musim
Pohon Tua, rumah induk keluarga Pharmantara, saya sebut sebagai rumah dua musim yang dikerjakan tidak secara bersamaan. Bagian belakang rumah terdiri atas ruang makan, ruang keluarga, dapur bersih, tiga kamar mandi (salah satunya kemudian berubah menjadi kamar), dua WC, dapur kotor, dan dua kamar tidur. Tembok bagian belakang ini dikerjakan sudah sangat lama oleh alm. Nene Linus (mertuanya Mamasia) tentu bersama alm. Bapa. Bentuknya temboknya 'bengkok' di mana-mana, dengan kayu-kayu penyangga yang simpang-siur serta tripleks-tripleks tua nan uzur. Sampai-sampai kami sering ngetawain rumah ini sambil guyon. Bagian belakang rumah dikerjakan pada 'Musim Harus Jadi' dengan lantai semen.
Bagian belakang: Musim Harus Jadi.
Bagian depan rumah, setelah direnovasi, terdiri atas teras, ruang tamu, dan dua kamar tidur. Bagian depan rumah ini dikerjakan juga masih oleh alm. Nene Linu dan dibantu (dimandori) oleh alm. Bapa, dengan tingkat kemiringan yang masih bisa mengelabui mata *ngakak guling-guling*. Bagian depan rumah ini dikerjakan pada 'Musim Jadilah Rumah yang Bagus' dengan lantai keramik dan atap yang lumayan tinggi.
Bagian depan: Musim Jadilah Rumah yang Bagus.
Jadi, kalau kalian datang ke Pohon Tua, akan menemukan rumah dua musim pengerjaan yang bentuknya secara estetika akan sangat jauh berbeda. Tapi, tetap saja rumah bagian belakang itu selalu menjadi tempat favorit untuk kumpul-kumpul karena rasanya hangat dan selalu penuh cinta *ditonjok dinosaurus*. Bukan berarti ruang tamu tidak nyaman dan hangat, tetapi kalian pasti tahu yang namanya ruang makan dan ruang keluarga selalu memberi perasaan nyaman yang 'lebih'.
12 Juni 2019
Pada tanggal keramat itu, saat saya sedang bekerja di kamar, terdengar suara gemuruh diiringi teriakan Mamasia yang kabur ke luar. Ternyata dinding dapur basah, paling belakang rumah, rubuh. Dinding yang rubuh itu hanya sekitar tujuh batako disusun sejajar saja tapi tetap lah membikin jantung kebat-kebit karena di sebelahnya ada dinding dengan bak air cuci piring menempel. Semua tenaga yang bisa diandalkan kemudian datang membantu memotong pohon ara yang berdiri, ternyata, diantara dinding dapur dan tembok penyokong tersebut.
Akar pohon ara ini sungguuuuh besar!
Keesokan hari, setelah dibersihkan, terlihatlah akar pohon yang super besar dan harus dipotong menggunakan mesin sensor. Parang biasa mah iwa negi, kata Orang Ende. Bisa kalian bayangkan, untuk memotong, membersihkan area pengerjaan, hingga sensor akar pohon membutuhkan waktu dua hari.
Kenapa Dikerjakan Sendiri?
Karena tukang yang seharusnya mengerjakannya ngambek dengan suatu alasan hahaha kemudian pulang ke rumahnya. Kata kakak ipar saya, Ka'e Dul, sudahlah kita kerjakan sendiri. Yang macam begini mudah saja asalkan tidak terburu-buru. Pasir, semen, batako, siap. Tenaga? Masa iya Ka'e Dul mengerjakannya seorang diri sedangkan Eda Tuke (suami Mamasia) sedang sakit? Maka hari Jum'atnya, tanggal 14 Juni 2019, kami serumah berganti profesi menjadi asisten tukang bangunan. Hahahaha.
Teknologi dan Teknik Dasar
Saya kira membangun dinding/tembok menggunakan batako itu mudah saja. Tinggal susun dan dilapisi campuran semen. Tidak begitu, kawan! Beruntunglah Ka'e Dul ini meskipun ASN tapi suka mengerjakan hal-hal semacam ini, yang sangat 'laki', jadi kami tidak susah hahaha. Mau memanggil tukang lainnya, dilarang Ka'e Dul, sudahlah dikerjakan sendiri saja. Aman saja. Ka'e Dul memang menguasai teknik menyusun dinding batako semacam ini, termasuk rumah mereka bagian belakang itu dikerjakan sendiri loh, hanya saja kondekturnya alias asisten yang tidak ada sehingga kami serumah bergotong-royong. Hyess, Encim and The Gank bahu-membahu dengan caranya masing-masing.
Misalnya pada hari pertama, Ka'e Dul dan Kakak Nani beserta calon anak mantu cs membantu membersihkan, termasuk Abang Nanu Pharmantara, Angga dan Mbak In, kemudian kami urunan untuk membeli material dan membayar biaya ini-itu. Have fun sekali.
Ayo, Thika!
Teknik dasar yang harus dilakukan adalah mengukur. Setelah mengukur, Ka'e Dulu mulai membikin mal dari kayu untuk menahan adonan awal/fondasi baru. Setelah itu baru diukur lagi rata atasnya, jangan sampai musim pertama terulang lagi hahaha. Tekniknya itu kadang kita yang awam tidak paham kenapa harus begini, kenapa harus begitu, kenapa ada selang pengukur, kenapa harus pakai besi, dan lain sebagainya. Pada akhirnya kami paham setelah dijelaskan oleh Ka'e Dul. Wah, sudah bisa nih kami jadi tukang bangunan.
Enu, si Serba Bisa.
Kerja bersama ini menjadi lebih ramai dan seru karena teman Thika yang tinggal bersama kami, namanya Enu, punya tingkah unik. Cewek bertubuh mungil ini ternyata ... luar biasa. Kerja apa saja bisa! Tapiiii posisi baju/atasan harus di dalam bawahan. RAPI JALI! Sumpah, saya ngakak guling-guling melihat tingkah si Enu yang serba bisa ini.
Tangan belepotan campuran semen, kaos tetap masuk dalam!
Urusan membangun dinding ini tidak terlepas dari campuran pasir dan semen yang takarannya sudah ditentukan oleh Ka'e Dul. Dan Kakak Nani tidak mau kalah membantu dengan kondisi tangan kirinya patah. Tangan kiri ini sudah dioperasi dengan memasang pen, tetapi harus dioperasi ulang karena pen-nya bergeser, tapi bergesernya bukan karena mencampur adonan semen ya hahaha.
Kakak Nani.
Dengan bangganya Kakak Nani bilang begini, "Biar saya yang campur adonan dengan air! Encim tugas siram-siram air saja. Untung saya bawa sekop mini andalan ini." Hahaha. Love you, Kak.
Dua cewek ini 'sudah tidak ada obatnya kalau ketemu kamera'.
Betul juga kata Ka'e Dul. Dikerjakan sendiri, pelan-pelan, jadi juga. Buktinya, meskipun asistennya rada-rada berotak miring semua, dinding itu berdiri juga dan sekarang hanya tinggal mengerjakan ini itu yang sedikit lebih detail.
Ini foto haru Jum'at kemarin sih. Sekarang sudah selesai.
Kerja bersama, ramai-ramai, memang selalu menyenangkan, apalagi bersama keluarga besar. Senangnya lagi, kami selalu ditemani dengan kopi/teh dan pisang-kapuk-mentah goreng dan sambal khas Enu! Yuhuuuu. Pisang mentah ini belum ada lawannya lah kalau sore hari duduk mengaso bersama keluarga. Selain itu, menu harian juga diatur bersama. Biasanya kan hanya saya dan Thika yang mengaturnya. Kali ini ditambah Kakak Nani. Misalnya hari ini sop buntut dan semur, besok ayam goreng tepung dan tumis sawi, besoknya ikan, dan seterusnya. Alhamdulillah ngidam saya pengen makan sayur nangka santan (gudeg tapi beda sedikit sih bumbunya) dicampur buntut sapi pun kesampaian. Hyess! Haha. Selama ini kan males banget masak yang repot begitu, seringnya lauk digoreng dan dibumbu sama sayur ditumis saja.
Baca Juga: Pemateri Blog
Selalu ada hikmah :D
Jadi demikian, kawan, pos #SelasaTekno sekalian curhat tentang dinding dapur belakang yang rubuh itu. Semoga tidak bikin kalian kesal ya hahaha. Setidaknya saya sudah paham betul tentang teknologi dan teknik dasar membangun dinding rumah. Jadi kepikiran membangun rumah mini ... lebih mini dari rumah tipe 36 yang mulai saya lirik meskipun harus mengangsur *dicipok dinosaurus*.
Cheers.