Tahun 2014. Pilkada. Saya keluar dari kelompok yang disebut golongan putih. Masih sangat segar melintas di ingatan. Saya terjaga pukul 11.30 Wita. Terkejut! Dengan mata masih mengantuk parah alias setengah membuka, saya berlari ke kamar mandi, menabrak kipas angin, menabrak lemari pakaian, kepala menghantam kosen pintu kamar mandi, lalu mengumpat kenapa kuping saya tidak mendengar suara alaram. Saya mandi sekenanya, yang istilah alm. Bapa saya: itu mandi burung, lantas menggosok gigi. Saat menggosok gigi, mulut saya merasakan sesuatu yang aneh. Mata yang separuh membuka akhirnya membuka penuh. Tube itu bertulis: POND'S. Kampet!
Baca Juga: Horeday #1: The Legend Cookies Choco & Cheese Stick
Tahun 2014 saya harus memilih karena saya yakin pada visi dan misi si calon Bupati dan Wakil Bupati pilihan, serta melihat track record mereka selama ini. Sesederhana itu. Visi, misi, dan track record calon pemimpin dapat mengubah saya yang awalnya termasuk dalam golongan putih dan bodo amat menjadi golongan pemilih. Tidak perlu menunggu sampai lima tahun untuk merasakan perubahan yang terjadi di Kabupaten Ende tercinta. Belum sampai satu tahun sudah banyak yang saya rasakan. Dimulai dari ragam festival bertema kebudayaan hingga nonton bareng Piala Dunia oleh masyarakat Kabupaten Ende di Lapangan Pancasila.
Saya tidak salah pilih.
Dwi-Tunggal
Dua yang satu. Bupati Ende Bapak Ir. Marsel Y. W. Petu, dan Wakil Bupati Ende Bapak Djafar H. Achmad. Satunya berasal dari Suku Lio. Satunya berasal dari Suku Ende. Satunya beragama Katolik. Satunya beragama Islam. Perbedaan itu justru membikin pasangan ini seperti mur dan baut. Mereka saling 'menemukan' dan bersatu. Semakin kuat dari hari ke hari bukan karena harta tetapi karena kerja. Rasanya saya tidak bisa membantah bahwa jiwa kerja keduanya demi Ende yang lebih baik sangat tinggi. Tapi, tidak adil jika saya hanya melihat dari sisi perbedaan saja. Ada kesamaannya? Ada. Keduanya ramah dan sangat murah senyum! Sikap mereka membikin masyarakat merasa tidak sedang berhadapan dengan pemimpin tertinggi kabupaten ini, melainkan dengan 'orangtua' yang mengayomi. Mereka adalah MJ. MJ yang saya kagumi!
Mereka Mengubah Ende
Saya tidak salah pilih.
Paslon Bupati dan Wakil Bupati yang saya pilih waktu itu benar-benar telah mengubah wajah Kabupaten Ende dari hari ke hari; wajah Kabupaten Ende yang terlihat oleh saya yang tinggal di Kota Ende. Mari kita mulai dari Pelabuhan Bung Karno yang dulunya bernama Pelabuhan Ende, dan Pelabuhan Ippi. Setelah KM Nusa Damai, sebuah kapal roro (roll in-roll out) tenggelam di Pelabuhan Ippi, roda perekonomian menjadi lumpuh. Lantas, setelah tahun 2014, armada-armada laut yang bertujuan Pelabuhan El Say (Kota Maumere, Kabupaten Sikka) setelah tenggelamnya KM Nusa Damai, mulai muncul satuper satu. Tidak saja kapal penumpang yang semakin lancar, tetapi juga kapal roro yang sangat mendukung roda perekonomian di Kabupaten Ende. Sirkulasi barang menjadi lebih lekas. Masyarakat senang.
Di masa jabatan MJ, dimulailah satu perhelatan akbar menjelang 1 Juni yaitu Parade Kebangsaan. Parade akbar yang diikuti hampir oleh seluruh masyarakat Kabupaten Ende. Dimulai dari perarakan laut (kapal-kapal) dari Pulau Ende ke Pelabuhan Bung Karno, lantas parade/pawai keliling Kota Ende dengan penghentian di titik-titik yang telah ditentukan, masyarakat mengenakan pakaian adatnya masing-masing (terkhusus pakaian adat Ende). Siapa yang tidak bangga? Di sini lah benih butir-butir Pancasila lahir. Di sini lah rahim Pancasila. Dan kami memaknainya dengan semakin khidmat!
Ritual pati ka ata mata (memberi makan leluhur di Danau Kelimutu) setiap Bulan Agustus dan festival kebudayaan dan bazaar yang dilaksanakan di Lapangan Pancasila merupakan salah satu bentuk penghormatan tertinggi terhadap adat dan budaya. Jujur, saya paling senang kalau mendengar Bapak Marsel berbicara menggunakan bahasa adat dalam perayaan-perayaan tertentu. Fasih, berkelas, dan berkharisma.
Salah satu yang harus juga saya akui dalam tulisan ini adalah tentang Stadion Marilonga. Stadion yang dulu diakui sebagai stadion kebanggaan itu sempat mengalami kondisi kritis. Hidup enggan. Mati kok sayang, yaaaa. Ketika Kabupaten Ende menjadi tuan rumah El Tari Memorial Cup, Stadion Marilonga disiapkan dengan sangat baik dan detail. Kabupaten Ende kemudian disebut-sebut telah membuat standar yang sangat tinggi untuk stadion sekelas kabupaten. Stadion itu diperbarui keseluruhannya; mulai rumput hingga ... lampu sorot stadion di empat sudutnya! Dengan adanya lampu ini, pertandingan sepak bola dapat dilakukan di malam hari. Daaaan tentu, kami sebagai Orang Ende sangat bangga.
Masih banyak perubahan yang saya rasakan sendiri. Ada nonton bareng Piala Dunia di Lapangan Pancasila (dulunya bernama lapangan Perse) serta berbagai hiburan, renovasi Situs Bung Karno, renovasi Taman Renungan Bung Karno, Renovasi Gedung Imaculata (lima langkah dari rumah saya), hingga pawai kendaraan dinas yang dihias. Terima kasih, MJ. Ini luar biasa.
Semua yang saya tulis di atas merupakan perubahan demi perubahan yang saya rasakan dan alami sendiri. Peristiwa perubahan lainnya saya baca dari ragam media seperti VoxNTT, misalnya, adalah peningkatan PAD dari Rp 800 Miliar naik menjadi Rp 1,3 Triliun, dan Ende menghasilkan produk beras dengan merek dagang Mautenda.
Mereka Semakin Mesra
MJ adalah pasangan yang semakin ke sini semakin mesra. Keduanya kemudian menang (petahana) dalam Pilkada 2018 yang lalu. Otomatis MJ menjabat dua periode! Hyess! Kemenangan ini bukanlah milik mereka semata, tetapi milik semua masyarakat Kabupaten Ende baik masyarakat yang memilih mereka maupun masyarakat yang tidak memilih mereka. Karena, MJ jelas bekerja untuk seluruh masyarakatnya, bukan untuk kelompok pemilihnya saja bukan?
Kemenangan sudah di tangan. Siap melanjutkan perjuangan membangun Kabupaten Ende. Namun, Sang Kapten kemudian gugur ...
Kapten Ende yang Gugur Saat Bertugas
Minggu, 26 Mei 2019, kaki tangan saya lemas mendengar kabar Bapak Marsel Petu berpulang ke pangkuan Illahi. Sebenarnya itu belum disebut kabar, melainkan pertanyaan yang dikirimkan Kakak Nani Pharmantara melalui pesan WA, saat sahur. Benarkah? Kebetulan saya bekerja satu ruangan dengan adik ipar beliau yaitu Kakak Rossa.
Ah ...
Saya semakin lemas.
Kapten! Ini terlalu cepat!
Bagaimana dengan mimpi-mimpi 'kita semua'?
Bagaimana dengan cita-cita 'kita semua'?
Tapi Tuhan lebih sayang padamu, Kapten.
Picture by David Mossar.
Di dalam peti kayu putih itu terbujur kaku jasadmu, yang telah sangat berjasa pada Kabupaten Ende, yang harus mengalah pada takdir usia saat hendak melanjutkan lima tahun perjuanganmu kemarin bersama Bapak Djafar. Syok dan sedih ini menusuk dalam hingga berhari-hari masih terus bertanya-tanya: benarkah? Dan berhari-hari masih terus berkata: terlalu cepat! Syok dan sedih ini mengiris-iris semua harapan yang tumbuh ... tapi irisan itu harus saya hentikan karena kehidupan akan terus berjalan, pembangunan akan terus berlanjut, dan saya yakin 'kekasihmu' yaitu Bapak Djafar mampu mengemban itu semua.
Kapten, hanya doa yang bisa saya panjatkan untukmu. Untuk Mama Nona agar diberi ketabahan dan kesabaran menghadapi ujian yang, sangat-super-terlalu, berat ini. Semoga dosa-dosamu luruh bersama doa-doa yang kami panjatkan, dan semoga Tuhan menerima semua amal kebaikanmu semasa hidup, dan menerimamu di sisiNya.
Baca Juga: Selamat, MJ!
Seorang Kapten Kebanggaan yang Gugur Saat Bertugas, Bapak Marsel Petu, saya mencintaimu hingga kapanpun. Terima kasih.
Hormat.