Tidak bisa dipungkiri saya sangat mengagumi sosok yang satu ini. Bara Patty Radja. Nama seorang lelaki dari Pulau Adonara yang cerdas memilih dan bermain diksi. Apabila kalian melihat kue lapis, Bara berada di lapisan teratas ⇻ licin mengkilat, sedangkan saya masih berupa tepung yang belum direncanakan untuk bercampur dengan bahan-bahan kue lapis. Beruntungnya, saya boleh memiliki dua buah buku karya Bara. Buku kumpulan puisi. Membaca puisi-puisi karya Bara membikin saya dan, semoga, kalian mengalami pengalaman bak sedang traveling di sekitar Galaksi Bima Sakti. Di tangan Bara, puisi menjadi makanan kegemaran yang tidak akan pernah membosankan.
Baca Juga: Pariwisata Nusantara
Pengalaman itu ingin saya bagi pada kalian. Karena, pengalaman adalah harta paling berharga yang tidak dapat dibeli Rupiah, Dollar, maupun Euro. Karena, pengalaman adalah guru paling nyata dalam kehidupan umat manusia, tanpa harus mandi, bercemong bedak, dan duduk di bangku kayu, menghadap papan hitam berkapur tulis.
Penyair Indonesia dari Lamahala
Lahir pada tanggal 12 April 1983 di Desa Lamahala, Kabupaten Flores Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Bara Patty Radja. Sekilas, namanya mengingatkan kita pada chef beken Bara Raoul Pattiradjawane. Keduanya sama-sama hebat. Dari perbincangan kami di Pohon Tua, silahkan baca tentang Tamu Spesial di pos ini, saya tahu Bara adalah seorang guru di Pulau Adonara, yang pernah 'membawa' Najwa Sihab ke Kabupaten Pulau Lembata, dan membangkitkan dunia literasi terkhusus aktivitas membaca di pulau itu. Awesome!
Mengobrol bersama Bara membikin saya berada dalam dunia puisi itu sendiri karena pilihan katanya saat mengobrol pun terdengar sangat puitis. Jago dan berkualitas benar orang ini, kata saya dalam hati. Jujur, mengobrol dengannya membikin pengetahuan saya menjadi lebih dan lebih, serta otak saya yang seakan terkunci itu mendadak membuka dengan sendirinya. Semua itu menjadi lebih lengkap dengan sikapnya yang low profile.
Bersama Bara dan Mukhlis di Pohon Tua.
Bara adalah penyair Indonesia yang telah menerbitkan puisi-puisinya ke dalam beberapa buku antara lain: Bermula dari Rahim Cinta (2005), Protes Cinta Republik Iblis (2006), Samudra Cinta Ikan Paus (2013) , Pacar Gelap Puisi (2016), Aku adalah Peluru (2019) sebuah buku semi biografi. Terbaru dan terhangat, sebuah buku berjudul Geser Dikit Halaman Hatimu. Geser Dikit Halaman Hatimu merupakan buku kumpulan puisi Bara yang bertengger di #SabtuReview ini.
Geser Dikit Halaman Hatimu
Geser Dikit Halaman Hatimu, buku bersampul merah muda dengan gambar wajah perempuan menengadah dan rambut tergerai. Minimalis sekaligus manis. Buku ini lantas menjadi penghuni tetap backpack saya bersama buku lain berjudul The Book of Origins karya Trevor Homer.
Bersama manajemen GDHH, Bara penerbitkan buku ini melalui Penerbit Huruf. Harga yang dilempar di pasaran adalah Rp 50.000 (Lima Puluh Ribu Rupiah) saja. Beruntung saya mendapatnya gratis langsung dari si penyair! Dilarang syirik. Hehe. Geser Dikit Halaman Hatimu bukan sekadar buku kumpulan puisi biasa. Geser Dikit Halaman Hatimu, berdasarkan kutipan dari buku itu sendiri, dilengkapi dengan QR Code Audio Version Poetry Reading sehingga pembaca dapat langsung mendengarkan puisi-puisi itu. Tidak main-main, puisinya dibacakan oleh Olivia Zallianty, pegiat sastra Azizah Zubaer, dan oleh Bara sendiri. Saya belum mendengarkan suara-suara mereka saat membaca puisi-puisi dari Geser Dikit Halaman Hatimu. Tapi waktu membacanya saya larut. Betul, di tangan Bara, puisi menjadi makanan kegemaran yang tidak akan pernah membosankan.
Ini jenius!
Seperti wajah Louis Tomlinson yang tidak akan pernah membosankan mata saya.
Ah ... haha.
kupilih mencintaimu separuhnya
dengan akal sehat
sebab sepenuhnya dengan rasa
bikin gelap mata
[Pilih Apa, Geser Dikit Halaman Hatimu]
Cuplikan dari Pilih Apa di atas menginterpretasi tentang dunia asmara. Memang betul. Cinta yang sepenuhnya dengan rasa bakal bikin gelap mata. Membabi-buta. Alpa menimbang akibat kemudian hari. Maka, cintailah seseorang separuhnya dengan akal sehat. Sadaaaaap. Jadi pengen kirimin puisi ini untuk seseorang. Haha.
Kalau kalian belum punya bukunya, baik yang gemar puisi maupun tidak, saya sarankan untuk segera membeli Geser Dikit Halaman Hatimu. Karena, pengalaman yang akan kalian rasakan akan membikin kalian rela membolak-balik, berkali-kali membaca, hingga seperti saya bertanya sendiri: dari mana seorang Bara menemukan ilham mempertemukan diksi-diksi ini? Tidak hanya mempertemukan, tapi kemudian mengawinkan mereka sehingga pertemuan itu berakhir di pelaminan dan terlihat sempurna!
Kritik Dalam Diksi
Dulu, saat saya membaca buku Samudera Cinta Ikan Paus karya Bara, sungguh bergetar sendi-sendi tubuh dan labirin otak. Salah satunya berjudul Di Bawah Rok Payungmu. Puisi ini menghantarkan kritik pedas tentang betapa pedihnya nasib para guru honorer di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Kalau kalian rajin membaca berita, bertebaran berita tentang kondisi yang satu ini.
berjalanlah dengan diam, ea
akan kueja warna takdir
di bawah kibaran rok payungmu
dan takdir seperti kamus matematika
yang buntu. seperti hatimu
yang patah dikhianati
angka-angka ganjil
saat menggenggam honor
kau tau?
sekolah memang tak mengenal cinta
dan ampun
sekolah tak mengajarkan
harga hati manusia
ada hanya sepotong angan
yang bunting
dihamili kering cuaca
[Di Bawah Rok Payungmu, Samudera Cinta Ikan Paus]
Menurut tuturan Bara, Geser Dikit Halaman Hatimu ditulis dengan sedikit lebih ringan ketimbang puisi di dalam buku-buku sebelumnya. Tapi tetap saja diksi yang disajikan, meskipun sederhana sungguh menikam.
Puisi Bara, unik dan sederhana, tetapi 'menikam'.
Dan selalu, muatan kritik melalui diksi dalam puisi-puisinya itu membikin kalian tersenyum, kemudian merasa 'ini kok saya banget ya', mengangguk sependapat, dan bertepuk tangan. Iya, saya bertepuk tangan usai setiap kali membaca beberapa puisi, sampai teman yang ada di dekat situ terperanjat. Ibarat melepas angin setelah menahan nafas cukup lama. Membaca puisi-puisi Bara itu rasanya memang seperti menahan nafas yang nikmat: teknik nafas 4 - 7- 8.
Android adalah salah satu judul puisi di dalam Geser Dikit Halaman Hatimu. Kritik bermata tombak super tajam dan juga terpedas ada di puisi yang satu ini.
betapa berat mencintaimu
di masa android
handphone mengubahmu menjadi paranoid
baru semenit lalu aku meninggalkan rumah
engkau sudah vicall
dengan layar sentuh
engkau sibuk memindai dunia
ketimbang menyentuh hatiku
betapa lain mencintaimu
di masa online
hari harimu kini tak lagi milikku sepenuhnya
tetapi milik facebook, twitter
whattsapp atau instagram
belati hatiku mencintaimu
di masa instant
untuk membeli tomat di warung sebelah saja
mesti engkau unggah
kau autis aku tak lagi puitis
benda mati mengubah kita
menjadi orang asing
kita bicara
tapi tak lagi beradu pandang
aku kehilangan tatapanmu
sebab yang kau tuju
bukan sorot mataku
tapi layar gadgetmu
betapa candu mencintaimu
tanpa kuota dan sinyal
[Android, Geser Dikit Halaman Hatimu]
Kalian setuju dengan saya kalau puisi ini bermata tombak super tajam dan memuat kritik terpedas? Harus donk! Fenomena zaman sekarang memang seperti itu, kawan. Engkau sibuk memindai dunia ketimbang menyentuh hatiku. Sebuah fakta yang sulit kita elak. Teknologi internet telah menjadikan saya, kalian, mereka, pengabdi gawai yang kaku seperti zombie di dunia fana, namun ingin terlihat lincah dan penuh perhatian di dunia maya.
Tidak salah bukan jika saya mengajak kalian turut menggeluti dan menikmati Geser Dikit Halaman Hatimu?
Baca Juga: The Book of Origins
Terima kasih, Bara. Untuk puisi-puisi yang indah ini. Untuk kesederhanaan yang menikam ini. Untuk membikin saya larut dalam dunia Geser Dikit Halaman Hatimu.
Terus berkarya!
Cheers.