My Captain Congklak.
Sejak Mamatua pensiun pada tahun 2000, lantas terserang gejala stroke pada Mei 2009, suasana di rumah kami yang bernama Pohon Tua menjadi jauh lebih ramai oleh celetukan kocak dan tawa. Mamatua, yang kadang saya panggil Amak, selalu punya cara untuk menggoda siapapun yang datang ke rumah kami. Tapi sesungguhnya 'musuh' utama Mamatua adalah sang asisten setia dengan jam kerja Ten 2 Five yang kami panggil Mamasia (dulu kami memanggilnya Tantasia) ... lawan abadi Mamatua dalam Internasional Congklak Tournament. Lawan abadi ini tak tergantikan meskipun kini di rumah tak hanya saya dan Mamatua saja, tetapi sudah ada Indra Pharmantara dan Thika Pharmantara.
Baca Juga: Travel Writer
Kalian pasti kan bosan jika saya menulis tentang perjalanan panjang Mamatua saat menjadi guru di sebuah kampung berlumpur sehingga kalau pergi mengajar memakai sandal jepit. Kalian juga pasti bakal bosan membaca tentang perjuangan Mamatua meningkatkan intelejensia, bukan hanya anak didiknya, kaum ibu di sekitaran sekolah dengan mengajar mereka menjahit, memasak, dan mengetik (dibantu oleh alm. Bapa). Kalian pun pasti langsung menggulir tetikus kalau saya bercerita tentang betapa bangganya kami ketika Mamatua menjadi Guru Teladan saat zaman Presiden Soeharto.
Lagi pula semua tentang Mamatua, termasuk tentang bagaimana Mamatua membesarkan dan mendidik kami, tidak akan cukup diceritakan dalam satu pos blog saja.
Kalau begitu ... apa yang akan saya tulis?
Saya ingin menulis tentang suatu dokumen yang saya beri judul: Ngelawak Bersama Mamatua. Dokumen (Word) ini memuat semua status Facebook saya tentang Mamatua. Kenapa judulnya begitu? Karena memang begitu adanya isi dokumen ini. Salah satunya tentang #QualityTime keluarga yang selalu diiringi dengan obrolan kocak. #QualityTime wif Mamatua merupakan hashtag yang selalu saya pakai setiap kali menulis status di Facebook. Saking kocaknya status-status ini, sampai-sampai banyak teman yang mengirim pesan meminta saya lebih banyak menulis tentang kejadian konyol di rumah kami. Haha.
Mengobrol bersama Mamatua saat #QualityTime itu ibarat kutu loncat. Topiknya tumpang-tindih. Seperti yang berikut ini:
6 Januari 2017
#QualityTime Wif Amak.
Semakin lama duduk mengobrol, maka semakin insomnia kami berdua. Sedikit lebih lama, mata saya memberat sedangkan Amak sudah sampek episode 110. Tambah lama lagi, cerita sudah sampai tahun 1960-an, masa awal Amak menjadi guru di Detukeli. Di sinilah seninya QT kami. Jika di Radio Gomezone saya adalah penyiar, maka di rumah saya adalah pendengar dengan Amak sebagai penyiar. Akhirnya saya tahu dari mana bakat ngobrol ngalor ngidul ini berakar *ngikik*.
"... Yang informasi teroris di Ende tuh omong kosong e ..."
Horor, Mak. Kan tadi barusan topiknya cokelat, mendadak teroris gini.
"... Ini celana dengan yang di atas kain sama kah? Kain Farah? Tidak e ... Hoahem ..."
See?
Betapa berwarna (kuning)nya hidup kami. Pengalihan topik tanpa jeda! Mau lawan sapu Amak? Kamu kalaaaah hahahaa.
#CintaAmak
#Pharmantara
#LifeIsGood
Catatan: sapu itu bahasa singkatnya Orang Ende. Sapu berarti saya punya. Dalam konteks kalimat di atas, sapu berarti saya punya Mama.
Mamatua paling tidak suka gelap. Tidak ada pengumuman giliran pemadaman listrik saja lilin dan korek api selalu ready stock, apalagi kalau ada pengumuman pemadaman listrik:
4 Agustus 2014
#QualityTime wif Mamatua sore ini. Karena saya pulang kerja sudah jam 4 sore, perut merintih lirih *kasihan naaa* akhirnya makan, ditemani Mamatua. Waktu kami lagi mengobrol, sambil saya makan, mendadak listrik padam. Sigap Mamatua dengan gaya pendekar moderen Ming Mata Empat dari serial Tiger Wong bilang begini:
"HEEETTTT! Kau mati sudah listrik! Saya sudah siap lilin dan korek api di depan mata ..."
Lantas Mamatua ketawa bahagia.
#UdahGituDoank
:D Saya kuatir Mamatua buka jurus 'Tasbih Menyabet Semesta'.
Mamasia, semoga Tuhan selalu memberikan kesehatan padanya, merupakan musuh sekaligus korban paling empuk. Mamatua bahagian sekali kalau bisa resek sama Mamasia. Lagian ... Mamasia itu kadang-kadang eror juga ha ha ha.
7 juni 2016
#QualityTime
Saya: Tidak rasa e besok sudah puasa hari ketiga!
Mamatua: Wuik, masih lama juga. Kalau tiga hari lagi Lebaran, itu baru tidak rasa.
Tanta Sia: Kalau sudah dua minggu puasa ... Aman sudah ... Sisa satu Minggu saja puasanya.
Saya & Mamatua: HAAAEEE Tanta Siaaaa, sisa dua minggu kah.
:p
Seru lah tiap hari begini mbikin sehat jiwa-raga.
Atau seperti yang satu ini:
Baca Juga: The Nun
18 April 2018
Amak, Mamatua kami yang tercinta itu, selalu bisa menimbulkan kelucuan dan kekonyolan di rumah kami yang berujung tawa terbahak-bahak. Dan sudah bukan kisah baru lagi jika Amak paling gemar menggoda Mamasia; bertanya yang aneh-aneh, bermain congklak tapi Mamasia diusahakan harus kalah terus (Amak senang ngeri lihat Mamasia pijit kepala pening karena kalah main congklak), dan sebagainya. Senang melihat semua itu. Bahagia dalam kesederhanaan yang pekat.
Salah satu hal yang paling sering bikin Amak tertawa, bahkan duduk-duduk sendiri tertawa kalau mengingatnya adalah soal pengucapan "Sabtu" dan "Limabelas" ala Mamasia. Pengucapan yang bahkan bikin Indra Pharmantara dan Thika Pharmantara juga ikutan ngakak mendengarnya. Kakak Niniek Melanie Bachtiar Sarimin dan Indri Pd Pharmantara sesekali harus dengar sendiri.
Suatu hari, Amak bilang ke saya, "Non, coba kau tanya Sia, ini hari, hari apa?"
Untuk apa, coba? Tapi saya pun bertanya dengan suara keras karena Mamasia ada di bagian belakang rumah. "Mamasia eeee ... ini hari, hari apa?"
Dengan garang Mamasia menjawab, "SEPTUUUU!"
Dan Amak terbahak-bahak. Kata Amak lagi, "Coba kau tanya tanggal berapa?"
"Tanggal berapa eeee Mamasia!????" tanya saya lagi.
Mamasia menjawab dengan luar biasa garang, "Tanggal LIMAMBLAS!"
Saya lihat Amak tertawa lebih dahsyat. Kuatir saya, bisa jatuh Amak dari kursi saking bahagianya tertawa bisa kerjain Mamasia. Lalu kata Amak, "Kalau Sabtu dia bilang Septu, kalau limabelas dia bilang limamblas. Ha ha ha ha..."
Jadi, sekarang setiap hari saya bertanya pada Mamasia, "Mamasia eee ini hari apa?"
Mamasia, "Malas jawab."
Kadang Mamasia sebelum menjawab sudah pikir lebih dulu, maka jawabnya "Sabtu" dan "Limabelas".
Kadang Mamasia keceplosan kalau saya tanya, "Mamasia, empatbelas tambah satu itu berapa e?"
Mamasia, "LIMAMBLAS."
Nah loh. Qiqiqiqiq :D
Dan kalau bercerita sama Amak, masih juga keceplosan Septu dan Limamblas itu, yang bikin Amak ngakak dulu, baru ceritanya dilanjutkan.
Life is so that simple and funny.
#LifeIsGood
Mamatua selalu punya korban, baik langsung maupun tidak langsung, salah satunya seperti pada kisah berikut ini:
8 juni 2018
Pharmantara sedang pakai bedak di kamarnya sambil dengar Mamatua mengobrol dengan Mamasia.
Mamatua: "Jadi ... Terus tu Sia ... Eh ... TADI SAYA CERITA APA E?"
Thika: *bedak cemong sampai ubun-ubun*
Mamatua e, jangan dulu naik level pikunnya, katanya mau gendong cucu, kalau begini kan nanti bisa begini: "Rumi, kau mari sini." Trus Rumi (rencana nama anak gua geto) datang, "Kenapa Oma?". Mamatua lihat Rumi begini bingung-bingung, "Kau siapa!?"
*gedubraaaaakkkk*
Becanda yaaaa ini, karena #LifeIsGood
Please fokus sama Mamatuanya, bukan Ruminya. Ha ha ha ...
Setiap orang pasti punya cerita lucu, konyol, kocak, bersama orangtua mereka. Karena sekarang Hari Ibu, setiap orang pasti punya cerita lucu, konyol, kocak, bersama Mama/Ibu/Bunda/Ine mereka. Hanya saja, banyak dari cerita-cerita itu tidak tersimpan dalam catatan. Kalau saya sih memilih menyimpannya di Facebook. Sekalian bisa menghibur teman-teman Facebook. Karena, saya kadang gagal menulis jika temanya haru-biru.
Baca Juga: The Pirates
Kalian bisa membaca pos serupa di blog milik Pak Martin di Kakavila tentang Kebohongan Ibuku adalah Cinta Paling Tulus yang Saya Rasakan. Atau tulisan Mang Lembu tentang Hari Ibu Apa yang Sudah Kita Berikan Untuk Ibu.
Akhirnya ...
Selamat Hari Ibu!
Selamat liburan!
Cheers.