Menu Idul Fitri di rumah kami hahaha.
Sedikit bercerita ...
Rumah kami adalah rumah induk dari keluarga besar Pharmantara (almarhum Bapa, Asmady Pharmantara) yang kini hanya dihuni oleh Amak, saya, Indra, dan dua anak almarhum Kakak Toto Pharmantara yaitu Indra dan Thika. Indra sudah bekerja sedangkan Thika masih kuliah di Fakultas Hukum - Universitas Flores. Setiap Idul Fitri, rumah kami merupakan tempat berkumpulnya keluarga besar Pharmantara (namanya juga rumah induk) setelah pulang Shalat Ied di Lapangan Pancasila dan nyekar di makam Bapa yang berdampingan dengan makam Kakak Toto dan ponakan saya Wawan (adik bungsunya Indra dan Thika). Ramai? Pastinya, hehehe. Ramai dan sangat menyenangkan. Karena, meskipun kami sama-sama menetap di Kota Ende, jarang ngumpul keun karena masing-masing punya kesibukan masing-masing.
Dalam silsilah keluarganya, Amak merupakan anak 'tua' yang artinya setiap Idul Fitri Amak akan dikunjungi oleh adik-adiknya dan keponakan-keponakannya (yang semuanya beragama Katolik, karena Amak mualaf). Ramai? Pastinya, hehehe. Ramai dan sangat menyenangkan. Karena, bermacam cerita bergulir di ruang keluarga. Dan bahkan, kadang-kadang sepupu saya Pater Anang yang bertugas di Equador, dan Suster Fifi yang dulu bertugas di Philipina tapi sekarang di Maumere, juga turut datang jika saat Idul Fitri mereka juga sedang liburan di Indonesia. Kalau dari keluarga besar Bapa sih jangan ditanya, sudah pasti lah yaaaa.
Di kompleks perumahan kami yang disebut Kompleks Enarotali atau Kompleks Jalan Jaksa, kami adalah satu-satunya Muslim di tengah tetangga yang beragama Katolik. Puluhan tahun hidup berdampingan dengan mereka, saling memahami, penuh toleransi, dan harmoni, sungguh merupakan kebanggaan tersendiri. Manapula dulu Bapa merupakan Ketua RT yang aktifnya ngalah-ngalahin ibu-ibu arisan berlian hahaha. Bapa itu menggerakan anak muda untuk berpartisipasi dalam banyak kegiatan dan komunitas. Rumah kami selalu ramai, apalagi malam minggu, yang aktifitas anak kompleks adalah nge-band (ya kami punya band), meja pimpong, meja karambol, dan lain sebagainya.
Dan open house kala Idul Fitri, bukan kegiatan baru bagi kami. Itu sih ... sudah biasa :)
Setiap Idul Fitri selalu ada menu-menu favorit andalan keluarga yang hampir sama setiap tahun. Ketupat dan opor? Menu wajib! Gudeg? Itu juga. Tapi ada pula menu lain yang kami hidangkan agar acara makan-makan di rumah tidak terasa membosankan. Bisa kalian bayangkan jika semua rumah itu open house dengan menu yang sama, kan jadi bosan si lidah.
Menu apa sih yang wajib ada di rumah kami kala Idul Fitri? Cekidot!
1. Aregau & Lepet
Aregau merupakan sejenis ketupat lonjong dengan bungkusan daun kelapa. Aregau ini merupakan makanan wajib Suku Lio dan Suku Ende. Proses pembuatannya sama kayak ketupat pada umumnya. Waktu masih kecil, aregau ini wajib ada, tetapi lama-kelamaan diganti sama lepet. Entah julukan makanan ini di tempat lain, tapi di rumah kami, kami menyebutnya lepet. Alih-alih aregau atau ketupat, kami memesan lepet di tempat langganan-tahunan. Lepet ini bentuknya seperti lemet, berbungkus daun pisang, dan rasanya gurih karena sebelum dibungkus berasnya sudah diaron Kwok setengah matang dengan santan, jahe, dan sereh. Setelah dibungkus dan diikat atau disatukan menggunakan tali rafia (setiap ikatan 3 sampai 4 lepet), lalu direbus 5 sampai 8 jam hingga matang. Diangkat? Iya lah! Kalau tidak diangkat kan gosong semuanya. Setelah diangkat, lepet dipaparkan di atas meja, dan langsung disiram dengan air dingin. Jika sudah dingin, silahkan disimpan.
2. Opor Ayam & Ayam Bumbu Merah
Sejak laaa masa kecil saya selalu ada opor ayam dan ayam bumbu merah. Masalahnya saya kurang tahu nama sainsnya ayam bumbu merah ini hahaha. Yang jelas opor ayam itu wajib ada. Sekarang, Thika mengajarkan satu menu baru dari Provinsi Nusa Tenggara Barat yaitu ayam sirasang yang tidak menggunakan santan melainkan kemiri. Rasanya mirip-miriplah sama opor, tapi tetap ada bedanya. Saya suka ayam sirasang ini karena tidak mudah basi. Sama juga dengan ayam bumbu merah yang tidak mudah basi karena melalui proses digoreng dan dibumbu (saos tomat).
3. Gudeg
Gudeg termasuk satu-satunya sayur hari raya yang bertahan cukup lama di rumah kami. Beberapa tahun terakhir kami menggantinya dengan menu lain. Tetapi di dalam hati saya masih gudeg yang terus bertahta *tsah*. Dulu banget, biasanya gudeg ini sudah dimasak sejak dua hari sebelum Idul Fitri. Semakin lama, rasanya justru semakin enak. Ya keun, kalian yang dari Jogja ... betul keuuunn? He he he.
4. Gado Daging
Ini resep yang paling ngasal yang pernah saya masak. Ceritanya nih, setiap memasak opor ayam, atau ayam sirasang, atau ayam bumbu merah, ada bagian-bagian yang tidak ikut dimasak seperti bagian leher, tulang sayap, hati, dan ampela. Bahan-bahan ini saya potong dadu bersama bahan lainnya seperti tahu dan kentang yang sudah digoreng, kadang saya tambahi pentol. Bumbunya adalah semua bumbu yang ada di kulkas *ngakak lebar* ditambahi kecap ini itu, jadilah gado daging. Eh, itu gado daging atau gado tulang ya? Whatever lah.
5. Kerupuk & Sambal
Lhaaa kalau tidak ada kerupuk dan sambal, rasanya aneh. Makanya selalu ada dua sampai tiga macam kerupuk di atas meja makan. Sambalnya cukup semacam saja, mana lah sambal yang bisa dibikin, itu yang disajikan.
Lima menu Idul Fitri di atas masih nongkrong di meja makan meskipun pada tahun-tahun tertentu diganti sama menu lain, terkhusus kalau sedang tidak musim nangka, ya terpaksa tidak bikin gudeg. Pernah juga sih ada menu lain seperti sambal goreng dan rolade (daging cincang dibungkus telur dadar) tapi kurang banyak peminatnya hahaha.
Stik keju dan kukis.
Kalau soal kudapan, tentu yang paling bertahan di rumah kami adalah stik keju dan kukis (no eggs and less sugar). Perihal stik keju ini, rasanya mungkin kalau kudapan dia lah yang paling laku dari lainnya. Semoga dia bakal terus ada di rumah kami *halah* :D
Bagaimana dengan menu Idul Fitri di rumah kalian? Yuk bagitahu dengan saya :)
Cheers.
varian santan sepertinya wajib menjadi sajian setelah turun shalat id.. :)
BalasHapusIya... rasanya lebih nendang memang hahahah :D
BalasHapus