Picture taken from Google.
IS IT POSSIBLE TO LOVE SOMEBODY WE NEVER MET?
Pertanyaan itu menggema di benak saya setelah menonton filem Thailand berjudul Teacher's Diary. Sebuah filem yang tidak saja mengangkat kisah nyata tentang perjuangan guru-guru di sekolah apung yang letaknya 'di ujung dunia', melainkan tentang cinta yang murni seorang laki-laki kepada perempuan yang sama sekali belum pernah ditemuinya. Saya menonton filem ini pun karena tidak sengaja, gara-gara mengunduh aplikasi Viu di Android. Karena, lumayan berbulan-bulan tidak pakai quota-nya, sekali ngecek malah tersedia 40 giga. Ya sudah, unduh aplikasinya, pilih-pilih filemnya, dan nonton.
Teacher's Diary berkisah tentang seorang perempuan bernama Ann (diperankan oleh Cherman Boonyasak) yang melamar menjadi guru tapi syaratnya adalah dia harus menghapus tato di pergelangan tangannya. Menurut kepala sekolah, tato itu akan memberi dampak buruk terhadap anak didik. Karena ngotot tidak mau menghapus tatonya, maka Ann ditugaskan mengajar di sekolah apung atau sekolah rumah kapal, bernama Bann Ko Jatson School. Letaknya di Li District, Lamphun Province di utara Thailand. Karena keras kepala akhirnya Ann bersama seorang guru perempuan lainnya dikirimkan ke sekolah apung tersebut. Jaraknya sangat jauh dari pusat kota, mengalami berkali-kali ganti transportasi (taksi, bis umum, perahu motor tempel). Ann harus berjuang untuk menerima kondisi yang ada; digigit nyamuk, sumber air bersih yang susah, sampai harus pergi ke rumah-rumah penduduk untuk menyampaikan kepada murid bahwa 'sang guru telah tiba'. Tidak mudah? Memang! Karena Ann pun harus berpisah dari kekasihnya. LDR lah ceritanya. Mereka baru bertemu saat akhir minggu ketika Ann kembali ke kota.
Selama berada di sekolah apung tersebut, Ann memutuskan untuk menulis diary. Semua ditulisnya di situ. Mulai dari perjuangannya di awal sekolah, murid-murid yang kemampuannya tidak sama dengan murid di kota, jumlah murid yang hanya selintir saja yang berbeda kelas tapi berada di dalam satu kelas yang sama (karena memang ruang kelasnya hanya satu), sampai dengan murid-murid tidur di sekolah bersamanya hingga akhir minggu. Sebagai guru, mereka harus pandai membagi antara pelajaran kelas 1 atau pelajaran kelas 6 (begitulah kira-kira) karena penanganan setiap murid (beda usia) tentu tidak sama. Selain tidak tersedianya listrik dan kesusahan air bersih, pernah terjadi penemuan mayat di bawah lobang closet (hanyut).
Ketika Ann mendapat tawaran untuk mengajar di sekolah lain di kota, ditinggalkannya sekolah apung bersama diary tersebut. Sedih memang, namun hidup harus terus berjalan apalagi dia ingin hubungannya dengan sang kekasih lebih serius.
Sepeninggalan Ann, Song (diperankan oleh Sukrit Wisetkaew) yang awalnya melamar sebagai guru olah raga mengingat basic-nya adalah pegulat, dikirimkan oleh kepala sekolah ke sekolah apung ini. Perjuangan awal Song kira-kira sama lah dengan Ann. Tapi nasib Song jauh lebih baik karena dia menemukan diary milik Ann. Diary itu menjadi semacam panduan bagi Song untuk mengadapi kehidupan di 'ujung dunia' tersebut, sekaligus menghadapi para murid yang kelakuannya macam-macam, memasak pula untuk para murid ketika tidur di sekolah apung. Song harus membujuk ayah salah seorang murid agar si murid diijinkan sekolah lagi dengan 'bayaran' tenaga si anak akan ditukar dengan tenaga Song membantu si ayah mencari ikan. Song juga harus berjuang ketika badai datang menghantam sekolah apung hingga bagaimana dia mengumpulkan lembar demi lembar diary yang disapu air.
Yang paling mengharukan bagi saya ada dua. Yang pertama adalah ketika Song harus belajar mati-matian agar bisa menguasai materi pelajaran Matematika. Perjuangannya luar biasa. Yang kedua adalah tentang perasaan Song pada Ann. Hanya dengan membaca diary tersebut, dia jatuh cinta pada Ann. Cinta yang, menurut saya, di luar nalar manusia, karena dia sama sekali belum pernah melihat sosok Ann itu seperti apa, bagaimana sifatnya, bagaimana tingkah lakunya. Mungkin diary itu sudah mewakili semua hal tentang Ann yang membuat Song jatuh cinta. Semakin jatuh cinta ketika suatu hari pulang ke rumah (kost) menemukan pacarnya selingkuh dengan perempuan lain. Sakitnya makjang!
Suatu ketika, Song pulang ke kota dengan niat menemui Ann. Di sekolah itu mereka hanya selisih waktu. Pada sesi inilah diceritakan tentang selingkuhan kekasihnya Ann yang ternyata sudah hamil. Dan, betapa Song, setelah tahu Ann hendak menikah, memutuskan untuk melepaskan cintanya.
Apa yang tidak diketahui Song kemudian adalah pada akhirnya Ann kembali ke sekolah apung, bertemu para murid, saling cerita. Hingga akhirnya Song kembali ke sekolah apung dan menemukan 'cintanya' itu ... rasanya lumer. Saya yang lumer hahaha.
Kisah lengkapnya, silahkan nonton sendiri. Sudah ada di Youtube dengan subtitel Bahasa Indonesia kok. Di Viu juga ada subtitelnya. Terserah mau nonton dari mana, Youtube atau Viu. Atau bahkan sudah beli filemnya? Silahkan. Filem ini sangat saya rekomendasikan karena punya banyak sekali moral of the story yang dapat kita jadikan contoh dalam kehidupan sehari-hari untuk kita semua, bukan untuk para guru saja.
Filem ini mengingatkan saya pada Amak yang selalu bercerita tentang masa lalunya. Amak bercerita masa-masa pertama menjadi guru di Detukeli. Tinggal di rumah guru yang terbuat dari bambu cincang, pergi ke sekolah tidak pakai sepatu, mengajar anak-anak yang usianya hampir sama dengan Amak (waktu jadi guru usia Amak 16 tahun). Kesusahan tidak membuatnya menyerah untuk terus mengabdi hingga akhirnya dipindah ke kota, menjadi kepala sekolah, menjadi guru teladan, dan seterusnya, dan sebagainya. Panggilan hatinya menjadi guru belum ada yang menyamai, dalam padangan saya, ketika sudah pensiun dan terkena stroke, Amak masih betah mengajari anak-anak kompleks (tingkat SD) tentang pelajaran-pelajaran dasar Matematika, Bahasa Inggris, IPS, IPA. Kalau bahasa Inggrisnya saya yang ajarin sih.
Teacher's Diary memang mengajarkan kita banyak hal, termasuk bahwa sebuah filem dikatakan bagus tidak selamanya harus produksi Hollywood. Buktinya Bollywood sudah semakin merajalela, filem-filem produksi Cina pun demikian. Korea, selain drakor, juga memproduksi filem yang aduhai bagusnya. Thailad, yang banyak menyuguhkan filem-filem kocak atau drama, pun tidak kalah. Dengan cerita yang kuat (diangkat dari kisah nyata), sinematografi yang menawan apalagi pemandangannya, filem ini memang layak mendapat banyak penghargaan. Film ini menyabet 6 penghargaan di Thailand National Film Association
Awards 2015: Best Art Direction, Best Original Score, Best Original
Song, Best Film Editing, Best Cinematography dan Best Screenplay. Setelah menonton film-nya, saya pikir 6 piala itu mungkin kurang. Ini filem kece!
Satu lagi, meskipun ini filem lama, mengetahui filem ini di awal 2018 tidaklah rugi di tengah filem-filem fransais yang semakin ke sini semakin menyebalkan. Hahaha.
Bagaimana? Kalau wiken di rumah saja, cobalah nonton filem ini.
Salam, hormati gurumu sayangi teman :D