Gambar dari Google.
Sejak kecil saya sudah mendengar tentang King Arthur (Raja Arthur) yang kesohor dengan pedangnya. Beberapa logic game pun menghadirkan sosok ini; misalnya bagaimana caranya si raja menyeberangi jembatan menuju kastil tanpa terjatuh/terpental. Seiring dengan harumnya nama King Arthur, saya sering mendengar seorang penyihir bernama Merlin (jenggot Merlin!) yang konon dedengkotnya magic. Di dalam filem Transformers, ceritanya si Merlin punya kekuatan/pedang dari para alien baja itu.
King Arthur, dan semua filem yang dibuat tentangnya, diangkat dari sebuah novel berjudul Le Morthe D'Arthur oleh Thomas Mallroy (1485). Thomas pasti tidak menyangka ceritanya begitu popular hingga abad ini. Jika kalian sudah sering menonton filem bertema tokoh khayalan ini, pasti kalian bisa membedakan bahwa King Arthur dalam versi filem terakhir jauh lebih keren.
Filem King Arthur Legend of the Sword ini dibuka oleh pertempuran antara Raja Uther Pendragon (diperankan oleh Eric Bana) berperang melawan Modred dan pasukannya. Modred, si penyihir rese yang haus kekuasaan, menyebabkan manusia dan penyihir terpecah-belah. Kalau melihat pasukan gajahnya Modred saya jadi ingat filem Lord of the Ring; Return of the King. Usai memenggal kepala Modred dengan pedang legendaris Excalibur yang ditempa oleh Merlin khusus untuknya (Raja Uther), dewan kerajaan mengalami gonjang-ganjing, termasuk silang pendapat dengan adik Raja Uther sendiri yaitu Vortigern (diperankan oleh Jude Law), yang menyebabkan kudeta. Saat kudeta, Raja Uther berusaha untuk menyelamatkan anak dan istrinya dari serangan Kesatria Iblis. Ksatria Iblis sendiri adalah Vortigern yang telah menjual keluarganya (menyerahkan istrinya) untuk memperoleh kekuatan dengan maksud menghabisi kakaknya sekeluarga agar menguasai tahta sekaligus memiliki Excalibur.
Sayangnya Raja Uther kalah dalam pertempuran melawan Kesatria Iblis. Perhatiannya terbagi antara dirinya, istri, dan si anak laki-laki, sehingga akhirnya istrinya meninggal dunia dan dia pun harus meregang nyawa. Namun sebelum itu dia mewariskan Excalibur pada si anak (Arthur, tentu saja) dengan cara membiarkan pedang yang terlempar dan jatuh ke bumi itu menancap di punggungnya. Dia pun menjadi batu. Arthur kecil terbawa perahu, mengikuti arus sungai hingga ditemukan oleh tiga pelacur yang sedang mencuci di sungai.
Kisah berlanjut ketika Arthur tinggal di rumah bordil, remaja, dan dewasa (diperankan oleh Charlie Hunnam). Tumbuh besar di rumah bordil membuat Arthur belajar banyak hal tentang kehidupan. Dari awalnya dia rela melakukan apapun untuk mendapatkan uang, dan mengumpulkannya di tempat khusus, hingga dia menjadi semacam pengawal untuk 'mama-mama' yang telah menyelamatkan hidupnya.
Singkat kata, suatu hari legenda Excalibur semakin popular. Tidak ada seorangpun anggota kerajaan yang berhasil mencabutnya dari si batu. Padahal Vortigern sangat bernafsu untuk memilikinya. Suatu hari, di luar dari keinginannya, Arthur diangkut ke istana untuk mencabut pedang tersebut. Enggan berlama-lama, karena yakin tidak mampu mencabutnya, Arthur pun menerobos antrian dan pergi mencabut Excalibur. Tidak disangka pedang tersebut benar-benar tercabut. Namun kekuatan Arthur belum setara dengan kekuatan pedang sehingga dirinya pun tumbang.
Garis besarnya, setelah mencabut Excalibur, Arthur menjadi tawanan, dipaksa untuk mengakui bahwa dia bukanlah raja atau keturunan raja yang sah di hadapan penduduk, hingga para pengikut setia Raja Uther pun melakukan pemberontakan. Atas bantuan penyihir yang merupakan murid Merlin, Genevieve, Arthur dan Excalibur berhasil diselamatkan. Dari sinilah Arthur harus belajar untuk menguasai pedang tersebut lewat cara-cara yang sulit, hingga akhirnya mereka berhasil menyerang istana. Arthur berhasil mengalahkan Kesatria Iblis yang adalah adik kandung ayahnya sendiri. Pada scene ini, saya merasakan sedikit aura Games of Throne gara-gara aktornya.
Kebaikan selalu menang. Pada akhirnya.
Tapi bukan itu inti dari tulisan ini. Intinya adalah, sang sutradara Guy Ritchie, berhasil menghadirkan sebuah filem yang sangat berkarakter. Dimulai dari pilihan pemeran, sinematografi, hingga yang paling membikin saya ketagihan menontonnya: theme song. Atau backsound. Atau apalah namanya. Transisi antara alur cerita yang sangat lembut memadukan sejarah dan fantasi, sinematografi, dan musik, menjadikan filem ini mengajak penonton ikut berada di dalamnya. Penonton bakal benar-benar merasakan kejahatan Kesatria Iblis, merasakan aura gelap menara yang dibangun Vortigern, merasakan kehidupan liar Arthur di rumah bordil, merasakan kekuatan Excalibur, tentang kesetiaan, dan lain sebagainya. Oleh karena itu saya pantas menulis ini filem sangat berkarakter!
Meskipun filem lama, saya pikir review kali ini cukup lah dapat menawarkan kepada kalian semua pilihan filem akhir minggu ini. Saya sudah menontonnya berkali-kali (sudah hampir setahun dari tanggal rilis), tapi tetap memukau.
Selamat berakhir pekan!
King Arthur, dan semua filem yang dibuat tentangnya, diangkat dari sebuah novel berjudul Le Morthe D'Arthur oleh Thomas Mallroy (1485). Thomas pasti tidak menyangka ceritanya begitu popular hingga abad ini. Jika kalian sudah sering menonton filem bertema tokoh khayalan ini, pasti kalian bisa membedakan bahwa King Arthur dalam versi filem terakhir jauh lebih keren.
Filem King Arthur Legend of the Sword ini dibuka oleh pertempuran antara Raja Uther Pendragon (diperankan oleh Eric Bana) berperang melawan Modred dan pasukannya. Modred, si penyihir rese yang haus kekuasaan, menyebabkan manusia dan penyihir terpecah-belah. Kalau melihat pasukan gajahnya Modred saya jadi ingat filem Lord of the Ring; Return of the King. Usai memenggal kepala Modred dengan pedang legendaris Excalibur yang ditempa oleh Merlin khusus untuknya (Raja Uther), dewan kerajaan mengalami gonjang-ganjing, termasuk silang pendapat dengan adik Raja Uther sendiri yaitu Vortigern (diperankan oleh Jude Law), yang menyebabkan kudeta. Saat kudeta, Raja Uther berusaha untuk menyelamatkan anak dan istrinya dari serangan Kesatria Iblis. Ksatria Iblis sendiri adalah Vortigern yang telah menjual keluarganya (menyerahkan istrinya) untuk memperoleh kekuatan dengan maksud menghabisi kakaknya sekeluarga agar menguasai tahta sekaligus memiliki Excalibur.
Sayangnya Raja Uther kalah dalam pertempuran melawan Kesatria Iblis. Perhatiannya terbagi antara dirinya, istri, dan si anak laki-laki, sehingga akhirnya istrinya meninggal dunia dan dia pun harus meregang nyawa. Namun sebelum itu dia mewariskan Excalibur pada si anak (Arthur, tentu saja) dengan cara membiarkan pedang yang terlempar dan jatuh ke bumi itu menancap di punggungnya. Dia pun menjadi batu. Arthur kecil terbawa perahu, mengikuti arus sungai hingga ditemukan oleh tiga pelacur yang sedang mencuci di sungai.
Kisah berlanjut ketika Arthur tinggal di rumah bordil, remaja, dan dewasa (diperankan oleh Charlie Hunnam). Tumbuh besar di rumah bordil membuat Arthur belajar banyak hal tentang kehidupan. Dari awalnya dia rela melakukan apapun untuk mendapatkan uang, dan mengumpulkannya di tempat khusus, hingga dia menjadi semacam pengawal untuk 'mama-mama' yang telah menyelamatkan hidupnya.
Singkat kata, suatu hari legenda Excalibur semakin popular. Tidak ada seorangpun anggota kerajaan yang berhasil mencabutnya dari si batu. Padahal Vortigern sangat bernafsu untuk memilikinya. Suatu hari, di luar dari keinginannya, Arthur diangkut ke istana untuk mencabut pedang tersebut. Enggan berlama-lama, karena yakin tidak mampu mencabutnya, Arthur pun menerobos antrian dan pergi mencabut Excalibur. Tidak disangka pedang tersebut benar-benar tercabut. Namun kekuatan Arthur belum setara dengan kekuatan pedang sehingga dirinya pun tumbang.
Garis besarnya, setelah mencabut Excalibur, Arthur menjadi tawanan, dipaksa untuk mengakui bahwa dia bukanlah raja atau keturunan raja yang sah di hadapan penduduk, hingga para pengikut setia Raja Uther pun melakukan pemberontakan. Atas bantuan penyihir yang merupakan murid Merlin, Genevieve, Arthur dan Excalibur berhasil diselamatkan. Dari sinilah Arthur harus belajar untuk menguasai pedang tersebut lewat cara-cara yang sulit, hingga akhirnya mereka berhasil menyerang istana. Arthur berhasil mengalahkan Kesatria Iblis yang adalah adik kandung ayahnya sendiri. Pada scene ini, saya merasakan sedikit aura Games of Throne gara-gara aktornya.
Kebaikan selalu menang. Pada akhirnya.
Tapi bukan itu inti dari tulisan ini. Intinya adalah, sang sutradara Guy Ritchie, berhasil menghadirkan sebuah filem yang sangat berkarakter. Dimulai dari pilihan pemeran, sinematografi, hingga yang paling membikin saya ketagihan menontonnya: theme song. Atau backsound. Atau apalah namanya. Transisi antara alur cerita yang sangat lembut memadukan sejarah dan fantasi, sinematografi, dan musik, menjadikan filem ini mengajak penonton ikut berada di dalamnya. Penonton bakal benar-benar merasakan kejahatan Kesatria Iblis, merasakan aura gelap menara yang dibangun Vortigern, merasakan kehidupan liar Arthur di rumah bordil, merasakan kekuatan Excalibur, tentang kesetiaan, dan lain sebagainya. Oleh karena itu saya pantas menulis ini filem sangat berkarakter!
Meskipun filem lama, saya pikir review kali ini cukup lah dapat menawarkan kepada kalian semua pilihan filem akhir minggu ini. Saya sudah menontonnya berkali-kali (sudah hampir setahun dari tanggal rilis), tapi tetap memukau.
Selamat berakhir pekan!