Kisah #TripFCLabuanBajo sebelumnya silahkan baca postingan-postingan sebelumnya mulai dari Labuan Bajo, Pulau Kanawa, Pulau Rinca, dan Pulau Taka.
Cunca Wulang adalah destinasi wisata berikutnya dari #TripFCLabuanBajo setelah Goa Batu Cermin, Pulau Kanawa, Pulau Rinca, dan snorkling di perairan Pulau Taka. Selasa, 27 Mei 2014, sekitar pukul 10.00 Wita kami sudah tiba kembali di Labuan Bajo dari Pulau Kanawa. Masih ada yang membekas di hati kalau ingat Pulau Kanawa hehehe. Berjalan kaki kami keluar dari pelabuhan, dan duduk mengaso di emper sebuah toko. Mam Poppy segera menghubungi temannya untuk urusan sewa-menyewa motor. Ada tiga motor matic yang kami sewa untuk urusan hari itu.
Karena perut sudah mulai meraung minta diisi akhirnya kami memutuskan untuk pergi makan siang terlebih dahulu. Pilihan kami adalah warung Bangkalan 4 (Abah Turi) yang terletak di depan BNI Labuan Bajo. Pemiliknya adalah adik-adik dari pemilik warung Bangkalan 1, 2, dan 3 yang berlokasi di Kota Ende. Ya dua laki-laki itu adalah Mustakim dan Boy, sahabat-sahabat saya masa SMP dulu. Tidak terasa waktu mempertemukan kami di Labuan Bajo. Usai makan siang Mam Poppy dan Kakak Ilham kembali ke kos-nya Imel untuk mencuci muka dan menyimpan backpack kami. Saya, Mas Sony, dan Kakak Etchon terlibat obrolan seru dengan Mustakim dan Boy. Teringat masa SMP dulu, kami keliling Kota Ende (sampai ke luar kota) dengan sepeda. Dulu belum ada komunitas sepeda tetapi kami sudah melakukan apa yang dilakukan oleh komunitas sepeda *tsah*
Sekitar pukul 12.30 Wita berangkatlah kami dari Labuan Bajo menuju Cunca Wulang. Arah yang kami tuju adalah ke arah Ruteng (Ibukota Kabupaten Manggarai). Jarak tempuhnya sekitar tiga puluh menit dari Labuan Bajo. Kakak Ilham gesit mengendarai motor matic padahal yang diboncengnya ini setingkat gajah hahaha. Tiba di percabangan menuju Cunca Wulang kami pun bergantian (koinnya Kakak Ilham habis, gantian koinnya saya hahaha), saya membonceng. Jalanan yang kami tempuh tidak bisa dibilang mulus karena wow wow wow penuh lubang, berbatu-batu dan sedikit ekstrim. Betapa tidak ekstrim? Kami harus melewati pula sebuah jembatan yang terbuat dari batang-batang pohon. Lumayan nih motor matic yang saya kendarai ... cocok buat jalanan off road *nyengir lebar* Bahkan dalam salah satu episode kami hampir melayang di udara *ngakak roboh*
Begitu tiba di Desa Cunca Wulang (namanya pun sama dengan tempat air terjun keren itu), saya merasakan sesuatu yang aneh. Oh la la, ternyata benar palang merah privat itu telah datang. Akhirnya saya memutuskan untuk tidak ikutan ke air terjun sementara teman-teman lain melanjutkan perjalanan. Oia biaya masuk ke Cunca Wulang adalah Rp. 10.000/orang sementara untuk ranger-nya Rp. 50.000/ranger. Satu kelompok biasanya satu ranger. Lantas apa yang saya lakukan di Desa Cunca Wulang? Human interest! Yess.
Setelah dibantu ibu pemilik kios membeli pembalut, memakai kamar mandi dengan air melimpah, saya pun duduk di depan kios sambil bercanda dengan para bocah yang menatap saya seakan saya ini makhluk planet. Kemudian seorang bapak pun menghampiri saya dan kami terlibat obrolan tentang peta politik Indonesia dan Pulau Flores *duileeeeeeeeeeeh!* hahaha. Saya suka dengan cara si bapak bercerita; tidak menggurui, tidak pula bersikap pura-pura bodoh meskipun orang desa. Saya suka caranya mengemukakan pendapatnya tentang para pemimpin daerah dan pemimpin negeri ini. Saat kami sedang mengobrol melintaslah sebuah truk kayu berisi gadis-gadis berjilbab. Cepat saya menyeletuk, "wah, ada yang muslim juga di sini, om?" Dan dengan bangganya si Bapak menjawab, "iya, ada. Saya juga muslim, Bu." Wow. Jadi yang namanya harmonisasi kehidupan umat beragama di NTT itu bekerja di titik mana pun. Saya bangga. Obrolan kami lantas berlanjut pada masa-masa si Bapak masih bekerja di kepulauan (mungkin berdagang) dari satu pulau ke pulau lainnya di Labuan Bajo.
Sekitar tiga puluh menit kemudian si Bapak pamit karena ada suatu urusan, dan saya ditemani oleh Ibu pemilik kios, yang kemudian menawari saya kopi. Saat saya bilang merepotkan, si Ibu dengan ramah menjawab, "kita sama-sama orang NTT tidak boleh bilang merepotkan." Uwoh, saya tersentil. Ibu ini mengajarkan saya ilmu hidup yang luar biasa! Obrolan bersama si Ibu juga tak kalah seru, sambil menikmati kopi Manggarai yang enak itu. Kami bercerita tentang adat dan budaya dari masing-masing daerah sampai kemudian Mas Sony menelepon saya. What!?
Apa yang direncanakan manusia tidak akan terwujud bila tanpa seijinNya. Mami Poppy mengalami cidera kaki setelah berusaha meloncati batu-batu di sungai menuju Cunca Wulang. Baru saja berteriak happy, tau-tau Mam Poppy terjatuh. Walhasil perjalanan mereka pun batal padahal tinggal semenit lagi tiba di air terjunnya hehehe. Mam Poppy dibantu oleh beberapa turis mancanegara pun segera dikembalikan ke pangkalan alias ke kios tadi. Dengan kondisi jalan yang luar biasa sulit, butuh waktu lebih dari satu jam untuk kembali ke tempat saya istirahat, di depan kios itu. Lantas warga desa pun datang, seorang Ibu yang sudah berumur pun memijit kaki Mam Poppy, ternyata dia mertua Ibu pemilik kios. Alhamdulillah katanya tidak ada patah tulang, hanya keseleo saja. Kami pun bersiap-siap kembali ke Labuan Bajo.
Jalannya Ekstrim!
Begitu tiba di Desa Cunca Wulang (namanya pun sama dengan tempat air terjun keren itu), saya merasakan sesuatu yang aneh. Oh la la, ternyata benar palang merah privat itu telah datang. Akhirnya saya memutuskan untuk tidak ikutan ke air terjun sementara teman-teman lain melanjutkan perjalanan. Oia biaya masuk ke Cunca Wulang adalah Rp. 10.000/orang sementara untuk ranger-nya Rp. 50.000/ranger. Satu kelompok biasanya satu ranger. Lantas apa yang saya lakukan di Desa Cunca Wulang? Human interest! Yess.
Setelah dibantu ibu pemilik kios membeli pembalut, memakai kamar mandi dengan air melimpah, saya pun duduk di depan kios sambil bercanda dengan para bocah yang menatap saya seakan saya ini makhluk planet. Kemudian seorang bapak pun menghampiri saya dan kami terlibat obrolan tentang peta politik Indonesia dan Pulau Flores *duileeeeeeeeeeeh!* hahaha. Saya suka dengan cara si bapak bercerita; tidak menggurui, tidak pula bersikap pura-pura bodoh meskipun orang desa. Saya suka caranya mengemukakan pendapatnya tentang para pemimpin daerah dan pemimpin negeri ini. Saat kami sedang mengobrol melintaslah sebuah truk kayu berisi gadis-gadis berjilbab. Cepat saya menyeletuk, "wah, ada yang muslim juga di sini, om?" Dan dengan bangganya si Bapak menjawab, "iya, ada. Saya juga muslim, Bu." Wow. Jadi yang namanya harmonisasi kehidupan umat beragama di NTT itu bekerja di titik mana pun. Saya bangga. Obrolan kami lantas berlanjut pada masa-masa si Bapak masih bekerja di kepulauan (mungkin berdagang) dari satu pulau ke pulau lainnya di Labuan Bajo.
Bocah di Desa Cunca Wulang
Sekitar tiga puluh menit kemudian si Bapak pamit karena ada suatu urusan, dan saya ditemani oleh Ibu pemilik kios, yang kemudian menawari saya kopi. Saat saya bilang merepotkan, si Ibu dengan ramah menjawab, "kita sama-sama orang NTT tidak boleh bilang merepotkan." Uwoh, saya tersentil. Ibu ini mengajarkan saya ilmu hidup yang luar biasa! Obrolan bersama si Ibu juga tak kalah seru, sambil menikmati kopi Manggarai yang enak itu. Kami bercerita tentang adat dan budaya dari masing-masing daerah sampai kemudian Mas Sony menelepon saya. What!?
Perjalanan mereka menuju air terjun, Foto : KK Etchon
Apa yang direncanakan manusia tidak akan terwujud bila tanpa seijinNya. Mami Poppy mengalami cidera kaki setelah berusaha meloncati batu-batu di sungai menuju Cunca Wulang. Baru saja berteriak happy, tau-tau Mam Poppy terjatuh. Walhasil perjalanan mereka pun batal padahal tinggal semenit lagi tiba di air terjunnya hehehe. Mam Poppy dibantu oleh beberapa turis mancanegara pun segera dikembalikan ke pangkalan alias ke kios tadi. Dengan kondisi jalan yang luar biasa sulit, butuh waktu lebih dari satu jam untuk kembali ke tempat saya istirahat, di depan kios itu. Lantas warga desa pun datang, seorang Ibu yang sudah berumur pun memijit kaki Mam Poppy, ternyata dia mertua Ibu pemilik kios. Alhamdulillah katanya tidak ada patah tulang, hanya keseleo saja. Kami pun bersiap-siap kembali ke Labuan Bajo.
Mam Poppy dibonceng ojek setempat yang fasih dengan medan seperti itu, saya sendirian, Kakak Ilham sendirian dan melesat terlebih dahulu karena hendak massage, Kakak Etchon memboncengi Mas Sony. Tiba di percabangan gantian saya memboncengi Mam Poppy pulang ke Labuan Bajo.
Hari sudah mulai temaram. Kami memutuskan untuk pergi ke rumah tukang pijit ternama yang anaknya masih temannya Kakak Etchon. Karena Bapatua ini adalah tukang pijit tulang ternama sehingga kami perlu mengantri di depan pendopo-samping-rumah-nya. Melihat ada seorang bocah usia 4 tahun yang kedua tangannya patah akibat jatuh dari pohon membuat hati saya miris. Tiga puluh menit kemudian Mam Poppy pun ditangani oleh Bapatua. Dengan gaya lucu dan funky, Bapatua ini benar-benar menyembuhkan pasiennya hahaha. Kami sampai tergelak-gelak dibuatnya! Terima kasih, Bapatua, karena telah menolong Mam Poppy. Terberkatilah tanganmu, Bapatua.
Kami pulang ke kos Imel, yang punya kos sudah gelisah menunggu kami tidak muncul-muncul. Usai mandi, kami pun bersantai sementara Mam Poppy dijemput untuk mengunjungi keluarganya, dengan langkah tertatih. Hihihi. Di kos Imel bersama teman-teman ini, rasanya tidak mau pulang. Ingin seperti ini terus; bercanda, tertawa, makan, mengomel, rebutan charger, baku cap, dan seterusnya. Saat Kakak Etchon main ke kamar sebelah, ke temannya, kami yang tersisa justru menghabiskan alpukat, nata de coco, dan susu, tanpa es batu. Jadi ceritanya mau bikin es buah tapi gagal. Acara masih dilanjutkan dengan penyerahan Pemilihan Anggota ter-WOW yang akan menerima Piala Tongsis hahaha *ngakak jungkir balik* roboh lah saya dalam tawa bersama Kakak Ilham, Mas Sony, dan Imel. Wow, kalian sangat wow, kawan.
Imut-imut :D
Akhirnya kami pun harus tidur karena besok pagi harus kembali packing, mengembalikan sepeda motor pinjaman, dan menuju Bandara Komodo.
Cerita lain, tunggu ya :D
Wassalam.
Cerita lain, tunggu ya :D
Wassalam.
:-? :-?
BalasHapusIni di mana, Kakak?
Terus aku kudu baca ceritanya, gak?
Jadi, batal ke air terjun? Sayang kali, semoga lain hari bisa sampai ke air terjunnya :)
Hihihi dibaca dooonk :D
HapusSayang banget perjalananya harus berakhir Mba hehehe, tapi perjalanannya ngga akan dilupain ya Mba hehehe
BalasHapusSayang batal ke air terjunnya..tapi memang kadang perjalanan bukan destinasi itu sendiri :-D
BalasHapusItu anaknya lucu banget banget ya pakai baju hijau *kucek2 mata* hehehe peace
BalasHapus