Thanks Om Bisot, the motivator :P
-----
Gambar di ambil dari sini.
Suatu hari Ponakan saya bertanya tentang oleh-oleh yang pantas untuk teman-temannya di Malang. Spontan saya menjawab beberapa toko yang memang menjual cinderamata khas Ende seperti Toko Cendana, Fani Art Shop atau Sehati Art Shop. Saya juga menambahkan, "di dekat Pelabuhan Ende juga ada Pedagang khusus Tenun Ikat. Pilihannya juga banyak kok. Jenis, ukuran dan harga bersaing."
Tenun Ikat (selendang kecil atau syal, lembaran aneka ukuran hingga sarung) dan hasil modifikasinya (tas, dompet, kipas, topi dan lainnya) memang menjadi salah satu cinderamata khas Ende. Mungkin yang paling khas dan terkenal. Cinderamata Tenun Ikat masih lebih dikenal ketimbang cinderamata kuliner seperti kue Rambut atau dodol dari Pulau Ende (pulau kecil di depan pantai Ende yang disebut-sebut sebagai parang milik gunung Ia dalam cerita legenda/kisah cinta gunung Ia, gunung Meja dan gunung Wongge).
Bagi saya pribadi, Tenun Ikat bukan sekadar cinderamata. Bukan sekadar bahan yang diproduksi secara kolosal oleh mesin-mesin tak berperasaan. Nilai yang terkandung pada sebuah Tenun Ikat sesungguhnya tak dapat diukur dengan Rupiah :)
Sejarah, proses perkembangan Tenun Ikat dimulai ketika Manusia purba di zaman Batu mengenal penutup tubuh dengan cara mengambil kulit kayu Sukun hutan. Prosesnya, kulit kayu dikupas dari batang pohon, direndam dalam air atau lumpur beberapa hari lalu dikeringkan, dipukul-pukul hingga membentuk lembaran yang lunak, diberi motif dan untaian dari siput dan biji-bijian sebagai asesoris dan terakhir diberi tali sebagai pengikat. Hal ini terus berkembang sehingga dalam hal berpakaian dikenal ada istilah : "Tau Nia Engga Noo Koko Tanggo, Tau Nia Lawo Noo Koko Tanggo"
Pada proses selanjutnya Manusia mengalami perubahan hidup sedikit demi sedikit. Yang awalnya menutup tubuh dengan lembaran kayu, mulai berubah dengan mengenal tenun. Mereka menenun serat tali batang pisang dan daun kelapa untuk menghasilkan lembaran kain. Pertukaran seni-budaya juga punya andil yang besar sehingga pada peradaban selanjutnya Manusia mulai mengenal pohon kapas yang menghasilkan biji kapas dan serat kapas juga bahan pewarna alami seperti Tarum dan mengkudu (Pace), kemiri dan lain-lain. Perkembangan pewarna dari generasi ke generasi memakan waktu yang lama. Hal ini dapat dilihat dari nama Tenun Ikat dengan berbagai motif yang ada.
Tahapan-tahapan hasil produk Tenun Ikat :
1. Kako Tanggo/Tere (kulit pohon Sukun hutan).
2. Bara Oka/Kasu Bara atau Kote Kae (kain sarung puting).
3. Lawo Beku (kain sarung hitam).
4. Ragi Tuka Ipu (motif kotak kecil).
5. Ragi Bara Meta (motif kotak besar).
6. Ragi/Luka Wenu (hitam bermotif biru-biru muda kotak besar).
7. Senai/Luka Poke Dubu (selendang).
8. Lesu Ropa (daster).
9. Lawo Beku bermotif putih Jara-Nggaja dll (motif ini sudah punah yang masih ada di Ngada dan Sumba).
10. Lawo-Semba-Senai-Lete-Sinde.
11. Ragi Sura Mbao: Sura Pakai, Sura Dhiwi, Sura Woi, Sura Pete/Tege.
12. Lembaran dengan berbagai motif dan ukuran.
Jangan dikira Seniwati Pembuat Tenun Ikat hanya asal saja mengejar target seperti istilah industri zaman sekarang. Mereka membuat sehelai ikat dengan berbagai pertimbangan dan cita rasa seni yang tinggi. Misalnya pertimbangan kualitas, simbolis dan sentuhan seni. Tenun Ikat dibuat tidak hanya sekadar pertimbangan kualitas estetika artistik semata melainkan juga mengandung simbol-simbol yang berlaku dalam tatanan adat masyarakat. Seperti Seniwati Ende-Lio yang membuat Tenun Ikat dengan pertimbangan: status sosial (Ngama Ngaza), kemampuan (Tembo Tau), prestise (harga diri), hari tua (Jaga Tembo Sera Ware Nuri).
Pada umumnya motif dan ragam hias Tenun Ikat Ende hampir sama semua yaitu motif utama di bagian One/Ora (tengah). Motif utama menjadi nama dari berbagai tempat di Ende - Lio.
Pada dasarnya motif dan ragam hias yang dihasilkan para Penenun lebih mengarah kepada keyakinan mereka sendiri. Hal ini terlihat pada proses pembuatannya dari fase ke fase yang penuh dengan upacara dan syarat religius magic. Keyakinan ini lah yang membuat Tenun Ikat menjadi produk unik. Sistem dualisme pada Tenun Ikat menggambarkan bahwa dalam berkreasi sangat dipengaruhi oleh lingkungan, adat serta Agama yang diyakini.
Bermacam nama untuk hasil Tenun Ikat (khusus sarung) dan yang saya kenal dalam arti benar-benar tau hanyalah RAGI MITE (khusus pria) :P hahaha karena semua orang pasti tau Ragi Mite itu kayak gimana. Saya juga tau bedanya antara sarung Mangga dan Kembo. Tapi tau nggak? Sarung Mangga ada banyak macamnya lho!
Fiuh... mengenal satu-per-satu jenis sarung Tenun Ikat memang tidak mudah. Dan zaman gadget menjajah Manusia seperti sekarang ini, masih mau kah anak muda kita mengenal budaya daerahnya sendiri?Membaca sejarah singkat Tenun Ikat di atas... nggak ada seorang pun yang mau bila suatu waktu Tenun Ikat di-klaim jadi milik bangsa lain! Seperti kata Meity Mutiara L. Iskandar:
"Heboh gonjang-ganjing batik yang katanya di-klaim sebagai warisan budaya Malaysia nampaknya tidak berimbas pada Tenun Ikat (Ikat Wave) yang merupakan kerajinan asli (Ende) NTT. Padahal, tenun ikat ini pun merupakan salah satu budaya bangsa yang layak untuk dipertahankan keberadaannya dan diakui sebagai salah satu warisan budaya asli Indonesia. Seperti halnya batik, kain songket dan berbagai jenis kain lainnya dari segala penjuru tanah air."
Dan bagaimana caranya kita, yang ngaku-ngaku orang muda yang cinta daerah, memperkenalkan-menyebarluaskan sekaligus mempromosikan warisan budaya ini?
Yandri (Mahasiswa) :
"Sy kmarin pulang beli 6 syall kain tenun ende lio.. Untuk dibawa keJogja...
4 sy bagi2kan kebest fren sy..
2-nya buat sy lha.. Ha..ha..
Keren kainnya.. Dipuji jg sm tmn2 katanya kainnya baguz...
Dan sy blg itu dr tanah kelahiranku Ende sare.. Wk..wk..wk...... See More
Skali lg
"itu tu aset"
i love ende..
Iwa rewo.. Wk..wk..wk..."
Ma'e korek to?
Dicky (Mahasiswa Psikologi, Penulis Puisi, Penikmat Buku, Guru TK) :
"salah satu kampanye saya juga kepedulian saya tehdp tenun ikat adalah...saya bikin tas kecil buat isi buku2 kecil buat ke kampus dari kain tenun Mollo Utara-Timor...khas suku dawan yang berani dengan warna cerah seperti kuning, ungu, merah, biru dan hijau...hasilnya kawan2 di kampus pada suka dan memesan lewt saya...ahhh senangnya paling gak mereka... See More yang non NTT pun bisa tahu dan kenal kekayaan tekstil nusantara selain batik dan ulos doang! dengan ikut mencintai kain NTT saya rasa mereka juga ikut menjaga kelestarian kain kita dan ikut membela juga jika diusik pihak luar sama halnya kita orang NTT pun ikut terusik dengan klaim negara lain thdp batik...gak ada salahnya...satu nusa, satu bangsa, satu bhasa, satu cinta untuk produk tekstik khas nusantara....he he he...
jadi ingat juga sebulan lalu jalan ke Gramedia dan lihat salah satu buku bagus karya stephanus hamy, isinya ttg fashion tentunya dan yang membuat saya bangga buku itu khusus memuat produk fashion karya Hamy yang seleuruhnya berbahan dasar kain tenun ikat NTT, Timor, alor, sabu, lio, sumba, dsb....keren2 oiiiii....dibikin baju, ikat pinggang, syal, aih...bangga! apalagi NTT terkenal dengan corak ragam kain paling banyak, bahwa setiap suku saja punya corak tersendiir dengan warna dan motif yang unik dan berani! mantabbbb!"
Ini nih, anak NTT yang unik karena begitu banyak yang telah ia toreh untuk NTT. Saya aja tau bahwa ada bahasa Dawan dari tulisan-tulisannya.
Greg Mengga (Pekerja Swasta) :
"apa pun caranya harus dong kita promo ciri khas daerah kita....mari sama-sama kita dukung daerah kita NTT... T: gw dukun banget trus maju.... sesuatu kita coba n coba pasti bisa......"
"betul T.... syal itu tidak akan pernah hilang dr leher klo saya lg bpergian, kebayang ga waktu sy di singapura di bandara changi ada bule nanya "dari NTT ya..?". Spontan saat itu saya bangga n merinding ternyata seorang bule bgitu kuat ingatannya akan kubaya NTT... saya bangga banget ma tu Bule"
Dan saya bangga karena setiap bepergian, baik di Indonesia maupun ke luar negeri, Geg (demikian saya memanggilnya) selalu melilitkan syal Tenun Ikat di lehernya hehehe. Bravo!
Armando (Penyiar RRI PRO-1, Ende) :
Armando memuat TULISAN TENTANG TENUN IKAT di Blognya! Manteb Hehehe.
Makasih buat teman2 semua yang udah mendukung; Vina, Kk Retma, Enol, dan Pankratia :)
Bila ada yang bangga memakai Batik, maka saya bangga memakai Tenun ikat baik yang masih asli ataupun hasil modifikasi.
Usul, saran, kritik, silahkan dilempar ke saya *apalagi amplop berisi jutaan Rupiah* :p wakakaka. Kirim email aja ke tuteh.pharmantara@gmail.com ya! Thanks a lot!
Notes;
Sebuah buku yang saya dapatkan dari Dinas Pariwisata Kabupaten Ende (thanks to my sista: Selviyanti Bata, atas kebaikan hati menyiapkan buku-buku terbitan Dinas Pariwisata Kabupaten Ende untuk saya dari tahun ke tahun sejak 2004) mengantar saya pada proses sejarah yang teramat panjang tentang Tenun Ikat. Buku ini berjudul : Tenun Ikat Tradisional Kabupaten Ende (Traditional Weaving of Ende Regency).
Wassalam.
-----
Gambar di ambil dari sini.
Suatu hari Ponakan saya bertanya tentang oleh-oleh yang pantas untuk teman-temannya di Malang. Spontan saya menjawab beberapa toko yang memang menjual cinderamata khas Ende seperti Toko Cendana, Fani Art Shop atau Sehati Art Shop. Saya juga menambahkan, "di dekat Pelabuhan Ende juga ada Pedagang khusus Tenun Ikat. Pilihannya juga banyak kok. Jenis, ukuran dan harga bersaing."
Tenun Ikat (selendang kecil atau syal, lembaran aneka ukuran hingga sarung) dan hasil modifikasinya (tas, dompet, kipas, topi dan lainnya) memang menjadi salah satu cinderamata khas Ende. Mungkin yang paling khas dan terkenal. Cinderamata Tenun Ikat masih lebih dikenal ketimbang cinderamata kuliner seperti kue Rambut atau dodol dari Pulau Ende (pulau kecil di depan pantai Ende yang disebut-sebut sebagai parang milik gunung Ia dalam cerita legenda/kisah cinta gunung Ia, gunung Meja dan gunung Wongge).
Bagi saya pribadi, Tenun Ikat bukan sekadar cinderamata. Bukan sekadar bahan yang diproduksi secara kolosal oleh mesin-mesin tak berperasaan. Nilai yang terkandung pada sebuah Tenun Ikat sesungguhnya tak dapat diukur dengan Rupiah :)
Sejarah, proses perkembangan Tenun Ikat dimulai ketika Manusia purba di zaman Batu mengenal penutup tubuh dengan cara mengambil kulit kayu Sukun hutan. Prosesnya, kulit kayu dikupas dari batang pohon, direndam dalam air atau lumpur beberapa hari lalu dikeringkan, dipukul-pukul hingga membentuk lembaran yang lunak, diberi motif dan untaian dari siput dan biji-bijian sebagai asesoris dan terakhir diberi tali sebagai pengikat. Hal ini terus berkembang sehingga dalam hal berpakaian dikenal ada istilah : "Tau Nia Engga Noo Koko Tanggo, Tau Nia Lawo Noo Koko Tanggo"
Pada proses selanjutnya Manusia mengalami perubahan hidup sedikit demi sedikit. Yang awalnya menutup tubuh dengan lembaran kayu, mulai berubah dengan mengenal tenun. Mereka menenun serat tali batang pisang dan daun kelapa untuk menghasilkan lembaran kain. Pertukaran seni-budaya juga punya andil yang besar sehingga pada peradaban selanjutnya Manusia mulai mengenal pohon kapas yang menghasilkan biji kapas dan serat kapas juga bahan pewarna alami seperti Tarum dan mengkudu (Pace), kemiri dan lain-lain. Perkembangan pewarna dari generasi ke generasi memakan waktu yang lama. Hal ini dapat dilihat dari nama Tenun Ikat dengan berbagai motif yang ada.
Tahapan-tahapan hasil produk Tenun Ikat :
1. Kako Tanggo/Tere (kulit pohon Sukun hutan).
2. Bara Oka/Kasu Bara atau Kote Kae (kain sarung puting).
3. Lawo Beku (kain sarung hitam).
4. Ragi Tuka Ipu (motif kotak kecil).
5. Ragi Bara Meta (motif kotak besar).
6. Ragi/Luka Wenu (hitam bermotif biru-biru muda kotak besar).
7. Senai/Luka Poke Dubu (selendang).
8. Lesu Ropa (daster).
9. Lawo Beku bermotif putih Jara-Nggaja dll (motif ini sudah punah yang masih ada di Ngada dan Sumba).
10. Lawo-Semba-Senai-Lete-Sinde.
11. Ragi Sura Mbao: Sura Pakai, Sura Dhiwi, Sura Woi, Sura Pete/Tege.
12. Lembaran dengan berbagai motif dan ukuran.
Jangan dikira Seniwati Pembuat Tenun Ikat hanya asal saja mengejar target seperti istilah industri zaman sekarang. Mereka membuat sehelai ikat dengan berbagai pertimbangan dan cita rasa seni yang tinggi. Misalnya pertimbangan kualitas, simbolis dan sentuhan seni. Tenun Ikat dibuat tidak hanya sekadar pertimbangan kualitas estetika artistik semata melainkan juga mengandung simbol-simbol yang berlaku dalam tatanan adat masyarakat. Seperti Seniwati Ende-Lio yang membuat Tenun Ikat dengan pertimbangan: status sosial (Ngama Ngaza), kemampuan (Tembo Tau), prestise (harga diri), hari tua (Jaga Tembo Sera Ware Nuri).
Pada umumnya motif dan ragam hias Tenun Ikat Ende hampir sama semua yaitu motif utama di bagian One/Ora (tengah). Motif utama menjadi nama dari berbagai tempat di Ende - Lio.
Pada dasarnya motif dan ragam hias yang dihasilkan para Penenun lebih mengarah kepada keyakinan mereka sendiri. Hal ini terlihat pada proses pembuatannya dari fase ke fase yang penuh dengan upacara dan syarat religius magic. Keyakinan ini lah yang membuat Tenun Ikat menjadi produk unik. Sistem dualisme pada Tenun Ikat menggambarkan bahwa dalam berkreasi sangat dipengaruhi oleh lingkungan, adat serta Agama yang diyakini.
Bermacam nama untuk hasil Tenun Ikat (khusus sarung) dan yang saya kenal dalam arti benar-benar tau hanyalah RAGI MITE (khusus pria) :P hahaha karena semua orang pasti tau Ragi Mite itu kayak gimana. Saya juga tau bedanya antara sarung Mangga dan Kembo. Tapi tau nggak? Sarung Mangga ada banyak macamnya lho!
Fiuh... mengenal satu-per-satu jenis sarung Tenun Ikat memang tidak mudah. Dan zaman gadget menjajah Manusia seperti sekarang ini, masih mau kah anak muda kita mengenal budaya daerahnya sendiri?Membaca sejarah singkat Tenun Ikat di atas... nggak ada seorang pun yang mau bila suatu waktu Tenun Ikat di-klaim jadi milik bangsa lain! Seperti kata Meity Mutiara L. Iskandar:
"Heboh gonjang-ganjing batik yang katanya di-klaim sebagai warisan budaya Malaysia nampaknya tidak berimbas pada Tenun Ikat (Ikat Wave) yang merupakan kerajinan asli (Ende) NTT. Padahal, tenun ikat ini pun merupakan salah satu budaya bangsa yang layak untuk dipertahankan keberadaannya dan diakui sebagai salah satu warisan budaya asli Indonesia. Seperti halnya batik, kain songket dan berbagai jenis kain lainnya dari segala penjuru tanah air."
Dan bagaimana caranya kita, yang ngaku-ngaku orang muda yang cinta daerah, memperkenalkan-menyebarluaskan sekaligus mempromosikan warisan budaya ini?
Yandri (Mahasiswa) :
"Sy kmarin pulang beli 6 syall kain tenun ende lio.. Untuk dibawa keJogja...
4 sy bagi2kan kebest fren sy..
2-nya buat sy lha.. Ha..ha..
Keren kainnya.. Dipuji jg sm tmn2 katanya kainnya baguz...
Dan sy blg itu dr tanah kelahiranku Ende sare.. Wk..wk..wk...... See More
Skali lg
"itu tu aset"
i love ende..
Iwa rewo.. Wk..wk..wk..."
Ma'e korek to?
Dicky (Mahasiswa Psikologi, Penulis Puisi, Penikmat Buku, Guru TK) :
"salah satu kampanye saya juga kepedulian saya tehdp tenun ikat adalah...saya bikin tas kecil buat isi buku2 kecil buat ke kampus dari kain tenun Mollo Utara-Timor...khas suku dawan yang berani dengan warna cerah seperti kuning, ungu, merah, biru dan hijau...hasilnya kawan2 di kampus pada suka dan memesan lewt saya...ahhh senangnya paling gak mereka... See More yang non NTT pun bisa tahu dan kenal kekayaan tekstil nusantara selain batik dan ulos doang! dengan ikut mencintai kain NTT saya rasa mereka juga ikut menjaga kelestarian kain kita dan ikut membela juga jika diusik pihak luar sama halnya kita orang NTT pun ikut terusik dengan klaim negara lain thdp batik...gak ada salahnya...satu nusa, satu bangsa, satu bhasa, satu cinta untuk produk tekstik khas nusantara....he he he...
jadi ingat juga sebulan lalu jalan ke Gramedia dan lihat salah satu buku bagus karya stephanus hamy, isinya ttg fashion tentunya dan yang membuat saya bangga buku itu khusus memuat produk fashion karya Hamy yang seleuruhnya berbahan dasar kain tenun ikat NTT, Timor, alor, sabu, lio, sumba, dsb....keren2 oiiiii....dibikin baju, ikat pinggang, syal, aih...bangga! apalagi NTT terkenal dengan corak ragam kain paling banyak, bahwa setiap suku saja punya corak tersendiir dengan warna dan motif yang unik dan berani! mantabbbb!"
Ini nih, anak NTT yang unik karena begitu banyak yang telah ia toreh untuk NTT. Saya aja tau bahwa ada bahasa Dawan dari tulisan-tulisannya.
Greg Mengga (Pekerja Swasta) :
"apa pun caranya harus dong kita promo ciri khas daerah kita....mari sama-sama kita dukung daerah kita NTT... T: gw dukun banget trus maju.... sesuatu kita coba n coba pasti bisa......"
"betul T.... syal itu tidak akan pernah hilang dr leher klo saya lg bpergian, kebayang ga waktu sy di singapura di bandara changi ada bule nanya "dari NTT ya..?". Spontan saat itu saya bangga n merinding ternyata seorang bule bgitu kuat ingatannya akan kubaya NTT... saya bangga banget ma tu Bule"
Dan saya bangga karena setiap bepergian, baik di Indonesia maupun ke luar negeri, Geg (demikian saya memanggilnya) selalu melilitkan syal Tenun Ikat di lehernya hehehe. Bravo!
Armando (Penyiar RRI PRO-1, Ende) :
Armando memuat TULISAN TENTANG TENUN IKAT di Blognya! Manteb Hehehe.
Makasih buat teman2 semua yang udah mendukung; Vina, Kk Retma, Enol, dan Pankratia :)
Bila ada yang bangga memakai Batik, maka saya bangga memakai Tenun ikat baik yang masih asli ataupun hasil modifikasi.
Usul, saran, kritik, silahkan dilempar ke saya *apalagi amplop berisi jutaan Rupiah* :p wakakaka. Kirim email aja ke tuteh.pharmantara@gmail.com ya! Thanks a lot!
Notes;
Sebuah buku yang saya dapatkan dari Dinas Pariwisata Kabupaten Ende (thanks to my sista: Selviyanti Bata, atas kebaikan hati menyiapkan buku-buku terbitan Dinas Pariwisata Kabupaten Ende untuk saya dari tahun ke tahun sejak 2004) mengantar saya pada proses sejarah yang teramat panjang tentang Tenun Ikat. Buku ini berjudul : Tenun Ikat Tradisional Kabupaten Ende (Traditional Weaving of Ende Regency).
Wassalam.
Kadang kita melupakan nilai historis oleh-oleh yang dimiliki masyarakat setempat. Padahal justru di situ seninya. thanks yak.
BalasHapussaya pernah ke Ende, tapi cuma sebentar karena mau melanjutkan perjalanan ke Ruteng...gak sempet deh beli tenun ikatnya..hehe
BalasHapus